TUGAS 1 TULISAN PEREKONOMIAN INDONESIA
1D. Pemerataan Pembangunan -> Indonesia Timur
Pembangunan ekonomi nasional perlu mengedepankan aspek pemerataan dan tidak hanya fokus pada mengejar target pertumbuhan ekonomi (agregat). Tentunya, ketika pemerataan pembangunan ekonomi dapat dilakukan, maka sejumlah persoalan seperti disparitas regional, urbanisasi, kemiskinan, kesenjangan sosial dan persoalan sosial lainnya akan dapat lebih teratasi. Peranan infrastruktur transportasi dalam pemerataan pembangunan sangatlah penting. Jalan, jembatan, penerbangan perintis, pelabuhan dan transportasi laut berperan sangat strategis untuk memfasilitasi mobilisasi barang, modal dan manusia antar daerah-pulau di wilayah Indonesia. Bagaimana menggeser paradigma pembanguanan nasional yang menitikberatkan kawasan Barat menuju Tengah dan Timur Indonesia menjadi prioritas dalam pemerataan pembangunan ekonomi nasional.
Urgensi pemerataan pembangunan ke seluruh penjuru Nusantara sebenarnya dalam beberapa tahun terakhir ini telah semakin menguatkan sinyalnya. Bahkan di kawasan Barat Indonesia persoalan konektivitas masih berlangsung. Sebagai sebuah contoh aktual, antrean truk yang ingin menyeberang ke Pulau Sumatra mengular sudah hampir seminggu lamanya hingga sepanjang 2,5 kilometer di Tol Merak, Banten, menuju ke pintu gerbang pelabuhan. Berdasarkan informasi dari PT ASDP, antrean truk menuju Pelabuhan Merak tersebut disebabkan karena sedikitnya kapal pengangkut dan terbatasnya kapasitas pelabuhan untuk menampung antrean kendaraan angkutan.
Sementara itu, kemacetan sesungguhnya merupakan pemandangan rutin yang menghiasi seluruh jalan di Jakarta setiap pagi dan petang hari. Menurut sensus penduduk tahun 2010, Jakarta telah dihuni oleh 9.588.198 penduduk. Angka ini naik sangat drastis dari data tahun 2007 yang sebesar 7.552.444. Banyaknya pelaju dari Depok, Bekasi, Tangerang, Bogor, dan bahkan dari Cirebon yang bekerja di Jakarta menambah parahnya kemacetan di Ibu Kota. Kenyataan ini kian menguatkan betapa kuatnya gravitasi perekonomian Jakarta.
Secara sederhana, tingkat pembangunan di sebuah daerah berhubungan positif dengan akselerasi permintaan akan pembangunan lebih lanjut di daerah tersebut. Misalnya, gagasan pembangunan jalan Tol Tanjung Priok-Cikarang (Tanjung Karang) yang diprediksi bakal mampu mengurai kemacetan Jakarta hingga 30 persen. Sementara itu, jalur kereta api di Sumatra nyaris tak tersentuh peta transportasi nasional.
Akibatnya, daerah dengan tingkat pembangunan yang tinggi akan terus menuntut pembangunan lebih lanjut, sementara daerah yang tertinggal juga akan semakin tertinggal. Daerah-daerah satelit di sekeliling Jakarta selama ini tumbuh hanya sebagai wilayah domisili semata yang tidak diimbangi dengan pelebaran aktifitas perekonomian secara memadai. Pemusatan aktifitas perekonomian di Jakarta pun kian lama kian meningkatkan daya akumulasi sumberdaya perekonomian secara terkonsentrasi. Apabila konsentrasi sumberdaya ini semakin tinggi, maka biaya kesempatan untuk melakukan aktifitas perekonomian di luar Jakarta pun akan semakin meningkat.
Pada tataran nasional, potret Jakarta dan kota-kota satelitnya pun masih tercermin dengan jelas. Tak bisa dipungkiri bahwa kekuatan gravitasi ekonomi Jawa-Sumatra-Bali merupakan penyebab utama segala permasalahan tersebut. Hingga tahun 2005, BPS mencatat bahwa Pulau Jawa-Bali masih menyumbang 60.09 persen terhadap PDB Nasional. Adapun Sumatra 22,1 persen, Kalimantan 9,11 persen, Sulawesi 3,93 persen, Nusa Tenggara 1,42 persen, dan Papua 1,59 persen. Pada tahun 2010, kontribusi PDRB Jawa-Bali terhadap PDB nasional hanya turun dengan sangat tipis menjadi 59,38 persen, sementara peningkatan secara tipis juga tercatat pada Sulawesi menjadi 4,49 persen, Kalimantan 9,23 persen, Nusa Tenggara 1,44 persen, dan Papua 1,77 persen.
Namun demikian, data menunjukkan bahwa pos pendapatan daerah meningkat signifikan hanya di pos bagi hasil dari pajak dan sumber daya alam (SDA). Perlu menjadi sebuah "early warning" dalam hal ini, yaitu apakah gravitasi ekonomi daerah ini menguat semata-mata karena intensifikasi eksploitasi SDA daerah ataukah karena kreatifitas yang mulai mewujud? Upaya menggenjot pendapatan melalui eksploitasi SDA, sebagaimana mewarnai perekonomian era Orde Baru, sudah tak layak lagi ditempuh. Sejumlah negara maju memberikan contoh yang baik bagaimana negara mereka dikembangkan melalui kebijakan industrialisasi yang bertahap dan terarah.
Sejalan dengan diskusi sebelumnya, kita perlu secara konsisten berupaya untuk membangun magnet-magnet perekonomian lain di daerah luar Jawa dan Sumatra. Magnet yang apabila dianalogikan dalam ilmu fisika selayaknya merupakan kumparan elektromagnetik yang digerakkan oleh pelaku-pelaku ekonomi daerah, dan bukan semata-mata mengandalkan kekayaan alam tanpah pengolahan. Dengan demikian, momentum peningkatan kontribusi PDRB luar Jawa-Sumatra-Bali terhadap PDB Nasional, setipis apapun itu, dapat dipandang sebagai secercah harapan bahwa potensi perekonomian daerah perlu dirorong untuk lebih berkembang. Hal ini juga dapat menjadi pencetus penguatan gaya gravitasi riil ekonomi daerah-daerah di luar Jawa-Sumatra-Bali.
Di samping pembangunan magnet-magnet perekonomian di daerah luar Jawa dan Sumatra, pembangunan konektivitas antar-wilayah domestik dalam menumbuhkan daya saing dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi merupakan langkah yang patut mendapat dukungan. Tujuan konektivitas domestik adalah mempercepat pertumbuhan perekonomian dan memperkecil disparitas antar-wilayah. Pembangunan magnet perekonomian di luar Jawa dan Sumatra dapat menjadi "pull factor" di daerah yang secara simultan bersinergi dengan konektivitas antar-wilayah sebagai katalis "push factor" dari Jawa-Bali.
Ketika berbicara masalah daya saing, selain infrastruktur, peningkatan kualitas tenaga kerja jelas berperan penting. Secara implisit namun tegas, hal ini merupakan amanat bagi kita semua bahwa perekonomian kita tidak boleh lagi menggantungkan diri pada kekayaan alam, serta harus dikelola berdasarkan daya kreatifitas dan penciptaan nilai tambah.
Pengembangan magnet perekonomian, konektivitas domestik, dan proses transformasi struktural dalam penciptaan nilai tambah harus didasarkan pada reorientasi kenyataan geografis Indonesia. Pembangunan jembatan Ampera di Sungai Musi sejatinya merupakan sebuah penanda betapa perekonomian Indonesia jauh-jauh hari telah diarahkan kepada perekonomian maritim. Dengan demikian, salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan adalah agar upaya mewujudkan rencana-rencana di atas dilandaskan pada kesadaran bahwa Indonesia merupakan untaian kekayaan sumber daya alam dan ketahanan sumber daya manusia yang dihubungkan oleh lautan dangkal yang terkaya dan terluas di dunia. Oleh karena itu, mempercepat realisasi program konektivitas di dalam dan antar-pulau akan membuat kawasan Tengah dan Timur Indonesia akan lebih berkembang.
Sumber: google
Sabtu, 19 Maret 2011
Tugas 1 Tulisan Iklim dan Geografis
TUGAS 1 TULISAN PEREKONOMIAN INDONESIA
1C. Iklim dan Geografis
Geografi Indonesia
Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau (menurut data tahun 2004; lihat pula: jumlah pulau di Indonesia), sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni tetap, menyebar sekitar katulistiwa, memberikan cuaca tropis. Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, di mana lebih dari setengah (65%) populasi Indonesia. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya dan rangkaian pulau-pulau ini disebut pula sebagai kepulauan Nusantara atau kepulauan Indonesia.
Peta garis kepulauan Indonesia, Deposit oleh Republik Indonesia pada daftar titik-titik koordinat geografis berdasarkan pasal 47, ayat 9, dari Konvensi PBB tentang Hukum Laut [2][3]
Indonesia memiliki lebih dari 400 gunung berapi and 130 di antaranya termasuk gunung berapi aktif. Sebagian dari gunung berapi terletak di dasar laut dan tidak terlihat dari permukaan laut. Indonesia merupakan tempat pertemuan 2 rangkaian gunung berapi aktif (Ring of Fire). Terdapat puluhan patahan aktif di wilayah Indonesia.
Keadaan alam
Sebagian ahli membagi Indonesia atas tiga wilayah geografis utama yakni:
• Kepulauan Sunda Besar meliputi pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi.
• Kepulauan Sunda Kecil meliputi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
• Kepulauan Maluku dan Irian
Pada zaman es terakhir, sebelum tahun 10.000 SM (Sebelum Masehi), pada bagian barat Indonesia terdapat daratan Sunda yang terhubung ke benua Asia dan memungkinkan fauna dan flora Asia berpindah ke bagian barat Indonesia. Di bagian timur Indonesia, terdapat daratan Sahul yang terhubung ke benua Australia dan memungkinkan fauna dan flora Australia berpindah ke bagian timur Indonesia. Pada bagian tengah terdapat pulau-pulau yang terpisah dari kedua benua tersebut.
Karena hal tersebut maka ahli biogeografi membagi Indonesia atas kehidupan flora dan fauna yakni:
• Daratan Indonesia Bagian Barat dengan flora dan fauna yang sama dengan benua Asia.
• Daratan Indonesia Bagian Tengah (Wallacea) dengan flora dan fauna endemik/hanya terdapat pada daerah tersebut.
• Daratan Indonesia Bagian Timur dengan flora dan fauna yang sama dengan benua Australia.
Ketiga bagian daratan tersebut dipisahkan oleh garis maya/imajiner yang dikenal sebagai Garis Wallace-Weber, yaitu garis maya yang memisahkan Daratan Indonesia Barat dengan daerah Wallacea (Indonesia Tengah), dan Garis Lyedekker, yaitu garis maya yang memisahkan daerah Wallacea (Indonesia Tengah) dengan daerah IndonesiaTimur.
Berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, maka wilayah Indonesia dibagi menjadi 2 kawasan pembangunan:
• Kawasan Barat Indonesia. Terdiri dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, Bali.
• Kawasan Timur Indonesia. Terdiri dari Sulawesi, Maluku, Irian/Papua, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Iklim
Indonesia mempunyai iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin monsun barat dan monsun timur. Dari bulan November hingga Mei, angin bertiup dari arah Utara Barat Laut membawa banyak uap air dan hujan di kawasan Indonesia; dari Juni hingga Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara kering, membawa sedikit uap air. Suhu udara di dataran rendah Indonesia berkisar antara 23 derajat Celsius sampai 28 derajat Celsius sepanjang tahun.
Namun suhu juga sangat bevariasi; dari rata-rata mendekati 40 derajat Celsius pada musim kemarau di lembah Palu - Sulawesi dan di pulau Timor sampai di bawah 0 derajat Celsius di Pegunungan Jayawijaya - Irian. Terdapat salju abadi di puncak-puncak pegunungan di Irian: Puncak Trikora (Mt. Wilhelmina - 4730 m) dan Puncak Jaya (Mt. Carstenz, 5030 m).
Ada 2 musim di Indonesia yaitu musim hujan dan musim kemarau, pada beberapa tempat dikenal musim pancaroba, yaitu musim diantara perubahan kedua musim tersebut.
Curah hujan di Indonesia rata-rata 1.600 milimeter setahun, namun juga sangat bervariasi; dari lebih dari 7000 milimeter setahun sampai sekitar 500 milimeter setahun di daerah Palu dan Timor. Daerah yang curah hujannya rata-rata tinggi sepanjang tahun adalah Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, sebagian Jawa barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan delta Mamberamo di Irian.
Setiap 3 sampai 5 tahun sekali sering terjadi El-Nino yaitu gejala penyimpangan cuaca yang menyebabkan musim kering yang panjang dan musim hujan yang singkat. Setelah El Nino biasanya diikuti oleh La Nina yang berakibat musim hujan yang lebat dan lebih panjang dari biasanya. Kekuatan El Nino berbeda-beda tergantung dari berbagai macam faktor, antara lain indeks Osilasi selatan atau Southern Oscillation.
Sumber : wikipedia
1C. Iklim dan Geografis
Geografi Indonesia
Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau (menurut data tahun 2004; lihat pula: jumlah pulau di Indonesia), sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni tetap, menyebar sekitar katulistiwa, memberikan cuaca tropis. Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, di mana lebih dari setengah (65%) populasi Indonesia. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya dan rangkaian pulau-pulau ini disebut pula sebagai kepulauan Nusantara atau kepulauan Indonesia.
Peta garis kepulauan Indonesia, Deposit oleh Republik Indonesia pada daftar titik-titik koordinat geografis berdasarkan pasal 47, ayat 9, dari Konvensi PBB tentang Hukum Laut [2][3]
Indonesia memiliki lebih dari 400 gunung berapi and 130 di antaranya termasuk gunung berapi aktif. Sebagian dari gunung berapi terletak di dasar laut dan tidak terlihat dari permukaan laut. Indonesia merupakan tempat pertemuan 2 rangkaian gunung berapi aktif (Ring of Fire). Terdapat puluhan patahan aktif di wilayah Indonesia.
Keadaan alam
Sebagian ahli membagi Indonesia atas tiga wilayah geografis utama yakni:
• Kepulauan Sunda Besar meliputi pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi.
• Kepulauan Sunda Kecil meliputi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
• Kepulauan Maluku dan Irian
Pada zaman es terakhir, sebelum tahun 10.000 SM (Sebelum Masehi), pada bagian barat Indonesia terdapat daratan Sunda yang terhubung ke benua Asia dan memungkinkan fauna dan flora Asia berpindah ke bagian barat Indonesia. Di bagian timur Indonesia, terdapat daratan Sahul yang terhubung ke benua Australia dan memungkinkan fauna dan flora Australia berpindah ke bagian timur Indonesia. Pada bagian tengah terdapat pulau-pulau yang terpisah dari kedua benua tersebut.
Karena hal tersebut maka ahli biogeografi membagi Indonesia atas kehidupan flora dan fauna yakni:
• Daratan Indonesia Bagian Barat dengan flora dan fauna yang sama dengan benua Asia.
• Daratan Indonesia Bagian Tengah (Wallacea) dengan flora dan fauna endemik/hanya terdapat pada daerah tersebut.
• Daratan Indonesia Bagian Timur dengan flora dan fauna yang sama dengan benua Australia.
Ketiga bagian daratan tersebut dipisahkan oleh garis maya/imajiner yang dikenal sebagai Garis Wallace-Weber, yaitu garis maya yang memisahkan Daratan Indonesia Barat dengan daerah Wallacea (Indonesia Tengah), dan Garis Lyedekker, yaitu garis maya yang memisahkan daerah Wallacea (Indonesia Tengah) dengan daerah IndonesiaTimur.
Berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, maka wilayah Indonesia dibagi menjadi 2 kawasan pembangunan:
• Kawasan Barat Indonesia. Terdiri dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, Bali.
• Kawasan Timur Indonesia. Terdiri dari Sulawesi, Maluku, Irian/Papua, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Iklim
Indonesia mempunyai iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin monsun barat dan monsun timur. Dari bulan November hingga Mei, angin bertiup dari arah Utara Barat Laut membawa banyak uap air dan hujan di kawasan Indonesia; dari Juni hingga Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara kering, membawa sedikit uap air. Suhu udara di dataran rendah Indonesia berkisar antara 23 derajat Celsius sampai 28 derajat Celsius sepanjang tahun.
Namun suhu juga sangat bevariasi; dari rata-rata mendekati 40 derajat Celsius pada musim kemarau di lembah Palu - Sulawesi dan di pulau Timor sampai di bawah 0 derajat Celsius di Pegunungan Jayawijaya - Irian. Terdapat salju abadi di puncak-puncak pegunungan di Irian: Puncak Trikora (Mt. Wilhelmina - 4730 m) dan Puncak Jaya (Mt. Carstenz, 5030 m).
Ada 2 musim di Indonesia yaitu musim hujan dan musim kemarau, pada beberapa tempat dikenal musim pancaroba, yaitu musim diantara perubahan kedua musim tersebut.
Curah hujan di Indonesia rata-rata 1.600 milimeter setahun, namun juga sangat bervariasi; dari lebih dari 7000 milimeter setahun sampai sekitar 500 milimeter setahun di daerah Palu dan Timor. Daerah yang curah hujannya rata-rata tinggi sepanjang tahun adalah Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, sebagian Jawa barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan delta Mamberamo di Irian.
Setiap 3 sampai 5 tahun sekali sering terjadi El-Nino yaitu gejala penyimpangan cuaca yang menyebabkan musim kering yang panjang dan musim hujan yang singkat. Setelah El Nino biasanya diikuti oleh La Nina yang berakibat musim hujan yang lebat dan lebih panjang dari biasanya. Kekuatan El Nino berbeda-beda tergantung dari berbagai macam faktor, antara lain indeks Osilasi selatan atau Southern Oscillation.
Sumber : wikipedia
Tugas 1 Tulisan Penduduk dan Kemiskinan
Tugas 1 Tulisan Perekonomian Indonesia
1B. Penduduk dan Kemiskinan
Populasi penduduk dunia saat ini telah mencapai 6,5 miliar jiwa. Jumlah tersebut akan terus bertambah mengingat setiap detik lahir 4,4 bayi. Menurut perkiraan, penduduk dunia pada tahun 2050 diperkirakan mencapai angka 9 miliar (Global Demographic Divide; Mary Kent, 2006).
Saat ini, hampir separuh penduduk dunia tinggal di perkotaan. Berdasarkan laporan Divisi Kependudukan Dewan Ekonomi dan Sosial (Ecosoc) PBB (2006), hingga tahun 2005, sekira49% atau 3,2 miliar penduduk dunia tinggal di wilayah perkotaan. Penduduk perkotaan rata-rata meningkat setiap tahunnya sebesar 3.54%. Pada tahun 1950, penduduk dunia yang tinggal di perkotaan hanya 29%, tahun 1970 (35,9%), 1990 (43%) dan pada tahun 2000 sekira 46,7%. Dengan asumsi rata-rata pertumbuhan penduduk 1,8% per tahun, pada tahun 2030 jumlah penduduk perkotaan di dunia diperkirakan akan mencapai 4,9 miliar atau sekira 60% dari jumlah penduduk dunia.
Keadaan di Indonesia tidak jauh berbeda. Pada tahun 2005, penduduk Indonesia yang tinggal di wilayah perkotaan telah mencapai 107 juta atau sebesar 48,1% dari seluruh penduduk Indonesia. Angka tersebut cukup fantastis, mengingat dalam waktu 55 tahun hampir separuh penduduk Indonesia menempati wilayah perkotaan. Padahal, pada tahun 1950 hanya seperdelapan atau sekira 12,4% penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan.
Pertumbuhan penduduk perkotaan biasanya akan diikuti pertumbuhan daerah padat kumuh. Berdasarkan laporan UN-Habitat (badan PBB untuk masalah kependudukan), penduduk di kawasan padat kumuh selama 15 tahun terakhir mengalami pertumbuhan cepat. Pada tahun 1990, penduduk kawasan padat kumuh di dunia sekira 715 juta jiwa. Pada tahun 2000 bertambah menjadi sekira 912 juta jiwa. Sampai dengan tahun 2005, terdapat hampir 1 miliar penduduk perkotaan di dunia yang tinggal di kawasan padat kumuh. Pada tahun 2020, UN-Habitat memperkirakan sekira 1,4 miliar penduduk di wilayah perkotaan di dunia, akan menempati kawasan padat kumuh.
Pemukiman padat dan kumuh juga ditemui di kota-kota di Indonesia. Pada tahun 2001, UN-Habitat memperkirakan proporsi penduduk Indonesia yang tinggal di daerah padat kumuh sebesar 23%, yaitu sekira 21 juta jiwa dari keseluruhan penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan. Pada tahun 2005, sebagaimana dikutip Antara, sekira 21,25 juta penduduk atau 18% dari 120 juta jiwa di wilayah perkotaan, tinggal di kawasan padat kumuh.
Pada peringatan Hari Habitat Nasional 2006, Kementerian Negara Perumahan Rakyat memperkirakan sekira 10 kota di Indonesia memiliki beban kawasan pemukiman kumuh, yaitu Jakarta, Medan, Semarang, Bandung, Batam, Palembang, Makassar, Banjarmasin, Surabaya, dan Yogyakarta. Jakarta Pusat misalnya, 30% wilayahnya dinyatakan sebagai kawasan kumuh. Sementara, Kota Bandung, berdasarkan laporan Bank Dunia (2002), pada tahun 1999, 44% dari total kelurahan adalah area permukiman kumuh. Luasan kawasan padat kumuh dan jumlah penduduk yang tinggal di kawasan tersebut akan terus mengalami peningkatan seiring kenaikan populasi di perkotaan.
Menjamurnya kawasan padat kumuh di wilayah perkotaan dinilai Bank Dunia dan UN-Habitat sebagai dampak dari ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola pemerintahannya. Laporan World Bank dan UN-Habitat menegaskan pertumbuhan kawasan padat kumuh di perkotaan dipicu oleh kebijakan yang salah, banyaknya korupsi, buruknya pemerintahan, tidak tepatnya regulasi, dan tidak adanya keinginan politik dari pemerintah.
Kecenderungan pertumbuhan penduduk di wilayah perkotaan, perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Ada hal penting yang harus diperhatikan; Pertama, kecenderungan pertumbuhan penduduk di perkotaan dikhawatirkan menimbulkan the big bang of urban poverty, yaitu ledakan kemiskinan di wilayah perkotaan.
Kedua, kawasan kumuh-padat dan kemiskinan di perkotaan dikhawatirkan dapat menyuburkan kriminalitas. Temuan M. Davis dari hasil kajiannya di berbagai kota, terutama di Amerika Latin, yang dirangkum Planet of the Slum menjelaskan, daerah slum dan squater yang tidak diurus pemerintah, justru diorganisasi secara informal oleh organisasi ”bawah tanah”, mafia dan ”organisasi” kejahatan lainnya.
Di republik yang telah merdeka lebih dari setengah abad ini, dua problem utama belum bisa dibereskan: kemiskinan dan pengangguran. Jumlah rakyat miskin per Maret 2008 menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen) atau turun dari angka pada Maret 2007 sebesar 37,17 juta orang (16,58 persen) (Data Susenas BPS Maret 2008). Data ini diperoleh sebelum pemerintah menaikkan harga BBM rata-rata 28,7 persen pada Mei 2008, yang diperkirakan menambah angka kemiskinan hingga 8,5 persen.
Dalam kriteria yang lebih ketat, penduduk miskin Indonesia menurut World Bank mencapai 108.7 juta orang (49%) (Data World Bank 2006). Perbedaan jumlah ini muncul dari perbedaan alat ukur dan cara menghitung. BPS menggunakan kriteria yang lebih longgar. Menurut BPS, penduduk miskin adalah mereka yang rata-rata penghasilannya di bawah standar pemenuhan kebutuhan dasar kalori minimal 2.100 kkal (kilo kalori) atau sekitar Rp 152.847 per kapita per bulan. Sementara World Bank menggunakan standar internasional: penduduk miskin adalah mereka yang memiliki pengeluaran per hari sebesar US$2 atau kurang.
Angka pengangguran juga belum bisa ditekan. Menurut BPS, jumlah pengangguran terbuka per Februari 2008 mencapai 9.4 juta (8.5 persen) dari 111,46 juta angkatan kerja (Data Sakernas BPS Februari 2008). Jumlah ini lebih dua kali lipat dari penduduk Singapura yang sekitar 4 juta. Memang, dibandingkan data survei Sakernas BPS pada Februari 2007, jumlah ini turun 1,1 juta orang dari jumlah pengangguran sebelumnya yang mencapai 10.55 juta (9.75 persen). Klaim penurunan ini dipertanyakan para ahli, sebab pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bertumpu pada sektor padat karya (labour intensive) yang menyerap banyak tenaga kerja seperti pertanian dan perkebunan, tetapi memusat di sektor konsumsi, sektor nonperdagangan, dan sektor-sektor padat modal seperti telekomunikasi dan pasar modal. Klaim ini juga berasal dari definisi kerja dan pengangguran yang terlalu longgar dari BPS.
Menurut BPS, pengangguran adalah orang yang bekerja kurang dari 1 jam dalam 1 minggu. Mereka yang bekerja 1 jam atau lebih dalam 1 minggu tidak bisa digolongkan sebagai menganggur, meskipun hasil pekerjaannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Negara lain umumnya menggunakan ukuran minimal 15 jam seminggu untuk tidak dianggap sebagai menganggur. Tidak heran, menurut survei Sakernas, jumlah setengah pengangguran meningkat dari 27,9 juta pada 2004 menjadi 30,6 juta orang bulan Februari 2008. Dari klaim pertumbuhan sebesar 6,3 persen, tertinggi selama 10 tahun terakhir, penyerapan tenaga kerjanya relatif rendah. Struktur ketenagakerjaan menunjukkan sektor informal menyerap 69 persen angkatan kerja dan hanya 31 persen yang terserap di sektor formal. Dari 9,4 juta kategori pengangguran terbuka, 4,5 juta di antaranya berasal dari lulusan SMA, SMK, diploma, dan universitas. (Dari berbagai sumber)
Sumber : Akatiga (pusat analisis sosial) & google
1B. Penduduk dan Kemiskinan
Populasi penduduk dunia saat ini telah mencapai 6,5 miliar jiwa. Jumlah tersebut akan terus bertambah mengingat setiap detik lahir 4,4 bayi. Menurut perkiraan, penduduk dunia pada tahun 2050 diperkirakan mencapai angka 9 miliar (Global Demographic Divide; Mary Kent, 2006).
Saat ini, hampir separuh penduduk dunia tinggal di perkotaan. Berdasarkan laporan Divisi Kependudukan Dewan Ekonomi dan Sosial (Ecosoc) PBB (2006), hingga tahun 2005, sekira49% atau 3,2 miliar penduduk dunia tinggal di wilayah perkotaan. Penduduk perkotaan rata-rata meningkat setiap tahunnya sebesar 3.54%. Pada tahun 1950, penduduk dunia yang tinggal di perkotaan hanya 29%, tahun 1970 (35,9%), 1990 (43%) dan pada tahun 2000 sekira 46,7%. Dengan asumsi rata-rata pertumbuhan penduduk 1,8% per tahun, pada tahun 2030 jumlah penduduk perkotaan di dunia diperkirakan akan mencapai 4,9 miliar atau sekira 60% dari jumlah penduduk dunia.
Keadaan di Indonesia tidak jauh berbeda. Pada tahun 2005, penduduk Indonesia yang tinggal di wilayah perkotaan telah mencapai 107 juta atau sebesar 48,1% dari seluruh penduduk Indonesia. Angka tersebut cukup fantastis, mengingat dalam waktu 55 tahun hampir separuh penduduk Indonesia menempati wilayah perkotaan. Padahal, pada tahun 1950 hanya seperdelapan atau sekira 12,4% penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan.
Pertumbuhan penduduk perkotaan biasanya akan diikuti pertumbuhan daerah padat kumuh. Berdasarkan laporan UN-Habitat (badan PBB untuk masalah kependudukan), penduduk di kawasan padat kumuh selama 15 tahun terakhir mengalami pertumbuhan cepat. Pada tahun 1990, penduduk kawasan padat kumuh di dunia sekira 715 juta jiwa. Pada tahun 2000 bertambah menjadi sekira 912 juta jiwa. Sampai dengan tahun 2005, terdapat hampir 1 miliar penduduk perkotaan di dunia yang tinggal di kawasan padat kumuh. Pada tahun 2020, UN-Habitat memperkirakan sekira 1,4 miliar penduduk di wilayah perkotaan di dunia, akan menempati kawasan padat kumuh.
Pemukiman padat dan kumuh juga ditemui di kota-kota di Indonesia. Pada tahun 2001, UN-Habitat memperkirakan proporsi penduduk Indonesia yang tinggal di daerah padat kumuh sebesar 23%, yaitu sekira 21 juta jiwa dari keseluruhan penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan. Pada tahun 2005, sebagaimana dikutip Antara, sekira 21,25 juta penduduk atau 18% dari 120 juta jiwa di wilayah perkotaan, tinggal di kawasan padat kumuh.
Pada peringatan Hari Habitat Nasional 2006, Kementerian Negara Perumahan Rakyat memperkirakan sekira 10 kota di Indonesia memiliki beban kawasan pemukiman kumuh, yaitu Jakarta, Medan, Semarang, Bandung, Batam, Palembang, Makassar, Banjarmasin, Surabaya, dan Yogyakarta. Jakarta Pusat misalnya, 30% wilayahnya dinyatakan sebagai kawasan kumuh. Sementara, Kota Bandung, berdasarkan laporan Bank Dunia (2002), pada tahun 1999, 44% dari total kelurahan adalah area permukiman kumuh. Luasan kawasan padat kumuh dan jumlah penduduk yang tinggal di kawasan tersebut akan terus mengalami peningkatan seiring kenaikan populasi di perkotaan.
Menjamurnya kawasan padat kumuh di wilayah perkotaan dinilai Bank Dunia dan UN-Habitat sebagai dampak dari ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola pemerintahannya. Laporan World Bank dan UN-Habitat menegaskan pertumbuhan kawasan padat kumuh di perkotaan dipicu oleh kebijakan yang salah, banyaknya korupsi, buruknya pemerintahan, tidak tepatnya regulasi, dan tidak adanya keinginan politik dari pemerintah.
Kecenderungan pertumbuhan penduduk di wilayah perkotaan, perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Ada hal penting yang harus diperhatikan; Pertama, kecenderungan pertumbuhan penduduk di perkotaan dikhawatirkan menimbulkan the big bang of urban poverty, yaitu ledakan kemiskinan di wilayah perkotaan.
Kedua, kawasan kumuh-padat dan kemiskinan di perkotaan dikhawatirkan dapat menyuburkan kriminalitas. Temuan M. Davis dari hasil kajiannya di berbagai kota, terutama di Amerika Latin, yang dirangkum Planet of the Slum menjelaskan, daerah slum dan squater yang tidak diurus pemerintah, justru diorganisasi secara informal oleh organisasi ”bawah tanah”, mafia dan ”organisasi” kejahatan lainnya.
Di republik yang telah merdeka lebih dari setengah abad ini, dua problem utama belum bisa dibereskan: kemiskinan dan pengangguran. Jumlah rakyat miskin per Maret 2008 menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen) atau turun dari angka pada Maret 2007 sebesar 37,17 juta orang (16,58 persen) (Data Susenas BPS Maret 2008). Data ini diperoleh sebelum pemerintah menaikkan harga BBM rata-rata 28,7 persen pada Mei 2008, yang diperkirakan menambah angka kemiskinan hingga 8,5 persen.
Dalam kriteria yang lebih ketat, penduduk miskin Indonesia menurut World Bank mencapai 108.7 juta orang (49%) (Data World Bank 2006). Perbedaan jumlah ini muncul dari perbedaan alat ukur dan cara menghitung. BPS menggunakan kriteria yang lebih longgar. Menurut BPS, penduduk miskin adalah mereka yang rata-rata penghasilannya di bawah standar pemenuhan kebutuhan dasar kalori minimal 2.100 kkal (kilo kalori) atau sekitar Rp 152.847 per kapita per bulan. Sementara World Bank menggunakan standar internasional: penduduk miskin adalah mereka yang memiliki pengeluaran per hari sebesar US$2 atau kurang.
Angka pengangguran juga belum bisa ditekan. Menurut BPS, jumlah pengangguran terbuka per Februari 2008 mencapai 9.4 juta (8.5 persen) dari 111,46 juta angkatan kerja (Data Sakernas BPS Februari 2008). Jumlah ini lebih dua kali lipat dari penduduk Singapura yang sekitar 4 juta. Memang, dibandingkan data survei Sakernas BPS pada Februari 2007, jumlah ini turun 1,1 juta orang dari jumlah pengangguran sebelumnya yang mencapai 10.55 juta (9.75 persen). Klaim penurunan ini dipertanyakan para ahli, sebab pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bertumpu pada sektor padat karya (labour intensive) yang menyerap banyak tenaga kerja seperti pertanian dan perkebunan, tetapi memusat di sektor konsumsi, sektor nonperdagangan, dan sektor-sektor padat modal seperti telekomunikasi dan pasar modal. Klaim ini juga berasal dari definisi kerja dan pengangguran yang terlalu longgar dari BPS.
Menurut BPS, pengangguran adalah orang yang bekerja kurang dari 1 jam dalam 1 minggu. Mereka yang bekerja 1 jam atau lebih dalam 1 minggu tidak bisa digolongkan sebagai menganggur, meskipun hasil pekerjaannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Negara lain umumnya menggunakan ukuran minimal 15 jam seminggu untuk tidak dianggap sebagai menganggur. Tidak heran, menurut survei Sakernas, jumlah setengah pengangguran meningkat dari 27,9 juta pada 2004 menjadi 30,6 juta orang bulan Februari 2008. Dari klaim pertumbuhan sebesar 6,3 persen, tertinggi selama 10 tahun terakhir, penyerapan tenaga kerjanya relatif rendah. Struktur ketenagakerjaan menunjukkan sektor informal menyerap 69 persen angkatan kerja dan hanya 31 persen yang terserap di sektor formal. Dari 9,4 juta kategori pengangguran terbuka, 4,5 juta di antaranya berasal dari lulusan SMA, SMK, diploma, dan universitas. (Dari berbagai sumber)
Sumber : Akatiga (pusat analisis sosial) & google
Tugas 1 Tulisan Dualisme Kepemimpinan / Peraturan
TUGAS 1 TULISAN PEREKONOMIAN INDONESIA
1A. Dualisme Kepemimpinan / Peraturan
Pemimpin adalah salah satu unsur dari sebuah sistem. Unsur lainnya adalah peraturan dan ketaatan. Peraturan dalam konteks sistem non-manusia adalah Standard Operating Procedure (SOP). Ruang lingkup sebuah sistem bisa bervariasi. Sistem metabolisme sebuah virus bisa jadi adalah sebuah sistem terkecil. Ataukah ada yang lebih kecil dari itu. Sistem galaksi bisa dikatakan yang terbesar. Mungkinkah ada yang lebih agung darinya. Sebuah sistem bisa jadi merupakan subsistem dari sistem lainnya. Di sisi lain, sebuah sistem bisa menjadi sebuah supersistem dari sebagian sistem lainnya.
Berbicara tentang sistem memang tidak akan pernah ada habisnya. Tentang pemimpin saja sebagai satu unsur dari sebuah sistem diperlukan kajian yang luas dan mendalam. Tapi hal ini tentunya tidak boleh menyurutkan semangat kita. Karena pada prinsipnya, jika tidak bisa mengambil semuanya, maka janganlah tinggalkan semuanya.
Kali ini, saya ingin mengungkapkan perasaan dan pemikiran tentang dualisme kepemimpinan. Idealnya, dalam sebuah sistem hanya ada seorang pemimpin. Karena pemimpin inilah yang bertanggung jawab memastikan jalannya sistem tetap pada koridornya. Dialah yang mengarahkan pengikut mengarah ke tujuan. Lantas, bagaimana jika dalam sebuah sistem terdapat dua pemimpin? Hal ini tidak bisa diterima. Karena dua pemimpin berarti dua pemikiran yang akan mengarahkan pengikut ke dua tujuan. Dan hal ini tidak boleh terjadi dalam sebuah sistem yang baik.
Apa jadinya jika Tuhan memiliki kuantitas lebih dari satu? Tentu sistem kehidupan akan bergejolak, mempertahankan arah masing-masing. Apa yang terjadi jika dalam sebuah rumah tangga, suami dan istri sama-sama merasa jadi pemimpin? Mau dibawa kemanakah bahtera rumah tangga? Lihat saja apa yang terjadi pada sebuah partai politik yang saat ini terpecah menjadi dua kubu, karena keduanya mempertahankan pemimpin masing-masing. Contoh yang lain, ah, terlalu banyak contoh kasus dualisme kepemimpinan. Beginilah jika setiap orang keukeuh mempertahankan kepemimpinannya ketika bukan saatnya menjadi pemimpin. Kita sepakat, bahwa setiap diri adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Minimal pemimpin bagi diri sendiri. Tapi dalam lingkup kehidupan sosial, kita harus pandai menempatkan posisi yang tepat pada waktu yang tepat. Kita tidak akan mungkin selamanya menjadi pemimpin. Ada saatnya kita menjadi yang dipimpin.
Kepemimpinan itu sebuah hierarki. Dia bertingkat. Seorang pemimpin pasti memiki pemimpin. Kondisi inilah yang saat ini sering tidak kita pahami. Di saat seharusnya menjadi pengikut, ego pribadi menuntut diri untuk menjadi pemimpin. Di saat harus memimpin, keyakinan diri mengkerut sehingga hilanglah kewibawaan. Ketika momentum itu tidak kita pahami, maka terjadilah fenomena dualisme kepemimpinan. Ah, kita memang harus lebih banyak belajar. Kapan saatnya menjadi pemimpin, bila waktunya menjadi yang dipimpin.
Sumber : wikipedia
1A. Dualisme Kepemimpinan / Peraturan
Pemimpin adalah salah satu unsur dari sebuah sistem. Unsur lainnya adalah peraturan dan ketaatan. Peraturan dalam konteks sistem non-manusia adalah Standard Operating Procedure (SOP). Ruang lingkup sebuah sistem bisa bervariasi. Sistem metabolisme sebuah virus bisa jadi adalah sebuah sistem terkecil. Ataukah ada yang lebih kecil dari itu. Sistem galaksi bisa dikatakan yang terbesar. Mungkinkah ada yang lebih agung darinya. Sebuah sistem bisa jadi merupakan subsistem dari sistem lainnya. Di sisi lain, sebuah sistem bisa menjadi sebuah supersistem dari sebagian sistem lainnya.
Berbicara tentang sistem memang tidak akan pernah ada habisnya. Tentang pemimpin saja sebagai satu unsur dari sebuah sistem diperlukan kajian yang luas dan mendalam. Tapi hal ini tentunya tidak boleh menyurutkan semangat kita. Karena pada prinsipnya, jika tidak bisa mengambil semuanya, maka janganlah tinggalkan semuanya.
Kali ini, saya ingin mengungkapkan perasaan dan pemikiran tentang dualisme kepemimpinan. Idealnya, dalam sebuah sistem hanya ada seorang pemimpin. Karena pemimpin inilah yang bertanggung jawab memastikan jalannya sistem tetap pada koridornya. Dialah yang mengarahkan pengikut mengarah ke tujuan. Lantas, bagaimana jika dalam sebuah sistem terdapat dua pemimpin? Hal ini tidak bisa diterima. Karena dua pemimpin berarti dua pemikiran yang akan mengarahkan pengikut ke dua tujuan. Dan hal ini tidak boleh terjadi dalam sebuah sistem yang baik.
Apa jadinya jika Tuhan memiliki kuantitas lebih dari satu? Tentu sistem kehidupan akan bergejolak, mempertahankan arah masing-masing. Apa yang terjadi jika dalam sebuah rumah tangga, suami dan istri sama-sama merasa jadi pemimpin? Mau dibawa kemanakah bahtera rumah tangga? Lihat saja apa yang terjadi pada sebuah partai politik yang saat ini terpecah menjadi dua kubu, karena keduanya mempertahankan pemimpin masing-masing. Contoh yang lain, ah, terlalu banyak contoh kasus dualisme kepemimpinan. Beginilah jika setiap orang keukeuh mempertahankan kepemimpinannya ketika bukan saatnya menjadi pemimpin. Kita sepakat, bahwa setiap diri adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Minimal pemimpin bagi diri sendiri. Tapi dalam lingkup kehidupan sosial, kita harus pandai menempatkan posisi yang tepat pada waktu yang tepat. Kita tidak akan mungkin selamanya menjadi pemimpin. Ada saatnya kita menjadi yang dipimpin.
Kepemimpinan itu sebuah hierarki. Dia bertingkat. Seorang pemimpin pasti memiki pemimpin. Kondisi inilah yang saat ini sering tidak kita pahami. Di saat seharusnya menjadi pengikut, ego pribadi menuntut diri untuk menjadi pemimpin. Di saat harus memimpin, keyakinan diri mengkerut sehingga hilanglah kewibawaan. Ketika momentum itu tidak kita pahami, maka terjadilah fenomena dualisme kepemimpinan. Ah, kita memang harus lebih banyak belajar. Kapan saatnya menjadi pemimpin, bila waktunya menjadi yang dipimpin.
Sumber : wikipedia
Kamis, 17 Maret 2011
Tugas 5 Perekonomian Indonesia
TUGAS 5 PEREKONOMIAN INDONESIA
1. Kebijakan Pembangunan (Periode Tiap Pelita)
Selama masa Orde Baru terdapat 6 Pelita, yaitu :
1. Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.
Tujuan Pelita I : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran Pelita I : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik Berat Pelita I : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
2. Pelita II
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran utamanya adalah tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.
3. Pelita III
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
• Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan perumahan.
• Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
• Pemerataan pembagian pendapatan
• Pemerataan kesempatan kerja
• Pemerataan kesempatan berusaha
• Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum perempuan
• Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
• Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
4. Pelita IV
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
5. Pelita V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik beratnya pada sektor pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
6. Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
Dampak Kebijakan Politik dan Ekonomi masa Orde Baru
• Dampak positif dari kebijakan politik pemerintah Orba :
Pemerintah mampu membangun pondasi yang kuat bagi kekusaan lembaga kepresidenan yang membuat semakin kuatnya peran negara dalam masyarakat.
Situasi keamanan pada masa Orde Baru relatif aman dan terjaga dengan baik karena pemerintah mampu mengatasi semua tindakan dan sikap yang dianggap bertentangan dengan Pancasila.
Dilakukan peleburan partai dimaksudkan agar pemerintah dapat mengontrol parpol.
• Dampak negatif dari kebijakan politik pemerintah Orba:
Terbentuk pemerintahan orde baru yang bersifat otoriter, dominatif, dan sentralistis.
Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk kehidupan politik yang sangat merugikan rakyat.
Pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik dan benar kepada rakyat Indonesia. Golkar menjadi alat politik untuk mencapai stabilitas yang diinginkan, sementara 2 partai lainnya hanya sebagai boneka agar tercipta citra sebagai negara demokrasi.
Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap pemilhan presiden melalui MPR Suharto selalu terpilih.
Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN(Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang tidak mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya.
Kebijakan politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN.
Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara bahkan pada bidang-bidang yang seharusnya masyarakat yang berperan besar terisi oleh personel TNI dan Polri. Dunia bisnis tidak luput dari intervensi TNI/Polri.
Kondisi politik lebih payah dengan adanya upaya penegakan hukum yang sangat lemah. Dimana hukum hanya diciptakan untuk keuntungan pemerintah yang berkuasa sehingga tidak mampu mengadili para konglomerat yang telah menghabisi uang rakyat.
Dampak Positif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnyapun dapat terlihat secara konkrit.
Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat.
Dampak Negatif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam
Perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.
Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial)
Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
Pembagunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.
Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.
Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilahh yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.
2. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive PolicyAdalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive PolicyAdalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
3. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi variabel-variabel berikut:
• Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi
• Pola persebaran sumber daya
• Distribusi pendapatan
4. Kebijakan Fiskal dan Moneter Sektor Luar Negri
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Masing – masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure). Sedangkan variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP, inflasi, kurs, dan suku bunga. Berbicara tentang kebijakan fiskal dan kebijakan moneter berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor – sektor tersebut diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah dan sektor dunia internasional/luar negeri. Ke-empat sektor ini memiliki hubungan interaksi masing – masing dalam menciptakan pendapatan dan pengeluaran.
Krisis global saat ini jauh lebih parah dari perkiraan semula dan suasana ketidakpastiannya sangat tinggi. Kepercayaan masyarakat dunia terhadap perekonomian menurun tajam. Akibatnya, gambaran ekonomi dunia terlihat makin suram dari hari ke hari walaupun semua bank sentral sudah menurunkan suku bunga sampai tingkat yang terendah. Tingkat bunga yang sedemikian rendahnya itu justru menyebabkan ruang untuk melakukan kebijakan moneter menjadi terbatas, sehingga pilihan yang tersedia hanya pada kebijakan fiscal. Menurut Mohamad Ikhsan, (http://majalah.tempointeraktif.com) negara-negara yang tergabung dalam G-20 dalam komunike bersamanya baru ini-ini sepakat mendorong lebih cepat ekspansi kebijakan fiskal minimal 2 persen dari produk domestik bruto untuk memulihkan perekonomian dunia. Meskipun secara teoretis kebijakan fiskal dapat berfungsi sebagai stimulus perekonomian, dalam pelaksanaannya sering kali terdapat hambatan. Hambatan ini dirasakan terutama di negara berkembang.
Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan pengeluaran negara. Disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran (defisit atau surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara.
Di dalam perhitungan defisit atau surplus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari negara donor serta pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara. Di lain sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua pengeluaran untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri tidak termasuk dalam perhitungan pengeluaran negara.
Dari perhitungan penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, akan diperoleh besarnya surplus atau defisit APBN. Dalam hal terdapat surplus dalam APBN, hal ini akan menimbulkan efek kontraksi dalam perekonomian, yang besarnya tergantung kepada besarnya surplus tersebut . Pada umumnya surplus tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan atau untuk membayar hutang pemerintah (prepayment).
Dalam hal terjadi defisit, maka defisit tersebut dapat dibayai dengan pinjaman luar negeri (official foreign borrowing) atau dengan pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri dapat dalam bentuk pinjaman perbankan dan non-perbankan yang mencakup penerbitan obligasi negara (government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari pembiayaan defisit dalam negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat memainkan peranan yang lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan adalah menjaga agar hutang luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut masih dalam batas-batas kemampuan negara (sustainable).
Pada dasarnya defisit dalam APBN akan menimbulkan efek ekspansi dalam perekonomian . Dalam hal defisit APBN dibiayai dengan pinjaman luar negeri, maka hal ini tidak menimbulkan tekanan inflasi jika pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang-barang impor, seperti halnya dengan sebagian besar pinjaman dari CGI selama ini. Akan tetapi bila pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang dan jasa di dalam negeri, maka pembiayaan defisit dengan memakai pinjaman luar negeri tersebut akan menimbulkan tekanan inflasi. Dilain pihak, pembiayaan defisit APBN dengan penerbitan obligasi negara akan menambah jumlah uang yang beredar dan akan menimbulkan tekanan inflasi.
Adapun pembiayaan defisit dengan menggunakan sumber dari pinjaman luar negeri akan berpengaruh pada neraca pembayaran khususnya pada lalu lintas modal pemerintah . Semakin besar jumlah pinjaman luar negeri yang dapat ditarik, lalu lintas modal Pemerintah cenderung positif. Adapun kinerja pemerintah dapat dilihat dari besarnya nilai lalu lintas moneter. Nilai lalu lintas moneter yang positif menunjukkan adanya cash inflow.
Pada dasarnya, kebijaksanaan moneter ditujukan agar likuiditas dalam perekonomian berada dalam jumlah yang “tepat” sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan tanpa menimbulkan tekanan inflasi. Umumnya pelaksanaan pengaturan jumlah likuiditas dalam perekonomian ini dilakukan oleh bank sentral, melalui berbagai instrumen , khususnya open market operations (OMOs).
Dalam melaksanakan OMO, pada umumnya bank sentral menjual atau membeli obligasi negara jangka panjang. Jika likuiditas dalam perekonomian dirasakan perlu ditambah, maka bank sentral akan membeli sejumlah obligasi negara di pasar sekunder, sehingga uang beredar bertambah, dan dilain pihak bila bank sentral ingin mengurangi likuiditas dalam perekonomian, bank sentral akan menjual sebagian obligasi negara yang berada dalam portofolio bank sentral. Perlu difahami bahwa portofolio obligasi negara di bank sentral tersebut memberikan pendapatan kepada bank sentral berupa bunga obligasi.
Dalam kasus Indonesia, sampai saat ini Bank Indonesia belum memiliki obligasi negara yang dapat dipakai untuk OMO. Walaupun pemerintah Indonesia telah menerbitkan obligasi, yang dimulai pada masa krisis untuk rekapitalisasi bank-bank yang bermasalah, tetapi pasar sekunder bagi obligasi negara baru pada tahap awal dan volume transaksi jual beli di pasar sekunder tersebut masih sedikit. Selama ini Bank Indonesia masih mempergunakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk melaksanakan OMOs. Disamping menimbulkan beban pada Bank Indonesia, karena BI harus membayar bunga SBI yang cukup tinggi, jangka waktu SBI juga sangat pendek, umumnya 1 (satu) bulan, sehingga instrumen ini sebenarnya kurang memadai untuk dipakai dalam OMOs
1. Kebijakan Pembangunan (Periode Tiap Pelita)
Selama masa Orde Baru terdapat 6 Pelita, yaitu :
1. Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.
Tujuan Pelita I : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran Pelita I : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik Berat Pelita I : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
2. Pelita II
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran utamanya adalah tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.
3. Pelita III
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
• Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan perumahan.
• Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
• Pemerataan pembagian pendapatan
• Pemerataan kesempatan kerja
• Pemerataan kesempatan berusaha
• Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum perempuan
• Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
• Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
4. Pelita IV
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
5. Pelita V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik beratnya pada sektor pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
6. Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
Dampak Kebijakan Politik dan Ekonomi masa Orde Baru
• Dampak positif dari kebijakan politik pemerintah Orba :
Pemerintah mampu membangun pondasi yang kuat bagi kekusaan lembaga kepresidenan yang membuat semakin kuatnya peran negara dalam masyarakat.
Situasi keamanan pada masa Orde Baru relatif aman dan terjaga dengan baik karena pemerintah mampu mengatasi semua tindakan dan sikap yang dianggap bertentangan dengan Pancasila.
Dilakukan peleburan partai dimaksudkan agar pemerintah dapat mengontrol parpol.
• Dampak negatif dari kebijakan politik pemerintah Orba:
Terbentuk pemerintahan orde baru yang bersifat otoriter, dominatif, dan sentralistis.
Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk kehidupan politik yang sangat merugikan rakyat.
Pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik dan benar kepada rakyat Indonesia. Golkar menjadi alat politik untuk mencapai stabilitas yang diinginkan, sementara 2 partai lainnya hanya sebagai boneka agar tercipta citra sebagai negara demokrasi.
Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap pemilhan presiden melalui MPR Suharto selalu terpilih.
Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN(Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang tidak mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya.
Kebijakan politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN.
Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara bahkan pada bidang-bidang yang seharusnya masyarakat yang berperan besar terisi oleh personel TNI dan Polri. Dunia bisnis tidak luput dari intervensi TNI/Polri.
Kondisi politik lebih payah dengan adanya upaya penegakan hukum yang sangat lemah. Dimana hukum hanya diciptakan untuk keuntungan pemerintah yang berkuasa sehingga tidak mampu mengadili para konglomerat yang telah menghabisi uang rakyat.
Dampak Positif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnyapun dapat terlihat secara konkrit.
Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat.
Dampak Negatif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam
Perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.
Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial)
Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
Pembagunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.
Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.
Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilahh yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.
2. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive PolicyAdalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive PolicyAdalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
3. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi variabel-variabel berikut:
• Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi
• Pola persebaran sumber daya
• Distribusi pendapatan
4. Kebijakan Fiskal dan Moneter Sektor Luar Negri
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Masing – masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure). Sedangkan variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP, inflasi, kurs, dan suku bunga. Berbicara tentang kebijakan fiskal dan kebijakan moneter berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor – sektor tersebut diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah dan sektor dunia internasional/luar negeri. Ke-empat sektor ini memiliki hubungan interaksi masing – masing dalam menciptakan pendapatan dan pengeluaran.
Krisis global saat ini jauh lebih parah dari perkiraan semula dan suasana ketidakpastiannya sangat tinggi. Kepercayaan masyarakat dunia terhadap perekonomian menurun tajam. Akibatnya, gambaran ekonomi dunia terlihat makin suram dari hari ke hari walaupun semua bank sentral sudah menurunkan suku bunga sampai tingkat yang terendah. Tingkat bunga yang sedemikian rendahnya itu justru menyebabkan ruang untuk melakukan kebijakan moneter menjadi terbatas, sehingga pilihan yang tersedia hanya pada kebijakan fiscal. Menurut Mohamad Ikhsan, (http://majalah.tempointeraktif.com) negara-negara yang tergabung dalam G-20 dalam komunike bersamanya baru ini-ini sepakat mendorong lebih cepat ekspansi kebijakan fiskal minimal 2 persen dari produk domestik bruto untuk memulihkan perekonomian dunia. Meskipun secara teoretis kebijakan fiskal dapat berfungsi sebagai stimulus perekonomian, dalam pelaksanaannya sering kali terdapat hambatan. Hambatan ini dirasakan terutama di negara berkembang.
Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan pengeluaran negara. Disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran (defisit atau surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara.
Di dalam perhitungan defisit atau surplus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari negara donor serta pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara. Di lain sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua pengeluaran untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri tidak termasuk dalam perhitungan pengeluaran negara.
Dari perhitungan penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, akan diperoleh besarnya surplus atau defisit APBN. Dalam hal terdapat surplus dalam APBN, hal ini akan menimbulkan efek kontraksi dalam perekonomian, yang besarnya tergantung kepada besarnya surplus tersebut . Pada umumnya surplus tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan atau untuk membayar hutang pemerintah (prepayment).
Dalam hal terjadi defisit, maka defisit tersebut dapat dibayai dengan pinjaman luar negeri (official foreign borrowing) atau dengan pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri dapat dalam bentuk pinjaman perbankan dan non-perbankan yang mencakup penerbitan obligasi negara (government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari pembiayaan defisit dalam negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat memainkan peranan yang lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan adalah menjaga agar hutang luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut masih dalam batas-batas kemampuan negara (sustainable).
Pada dasarnya defisit dalam APBN akan menimbulkan efek ekspansi dalam perekonomian . Dalam hal defisit APBN dibiayai dengan pinjaman luar negeri, maka hal ini tidak menimbulkan tekanan inflasi jika pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang-barang impor, seperti halnya dengan sebagian besar pinjaman dari CGI selama ini. Akan tetapi bila pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang dan jasa di dalam negeri, maka pembiayaan defisit dengan memakai pinjaman luar negeri tersebut akan menimbulkan tekanan inflasi. Dilain pihak, pembiayaan defisit APBN dengan penerbitan obligasi negara akan menambah jumlah uang yang beredar dan akan menimbulkan tekanan inflasi.
Adapun pembiayaan defisit dengan menggunakan sumber dari pinjaman luar negeri akan berpengaruh pada neraca pembayaran khususnya pada lalu lintas modal pemerintah . Semakin besar jumlah pinjaman luar negeri yang dapat ditarik, lalu lintas modal Pemerintah cenderung positif. Adapun kinerja pemerintah dapat dilihat dari besarnya nilai lalu lintas moneter. Nilai lalu lintas moneter yang positif menunjukkan adanya cash inflow.
Pada dasarnya, kebijaksanaan moneter ditujukan agar likuiditas dalam perekonomian berada dalam jumlah yang “tepat” sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan tanpa menimbulkan tekanan inflasi. Umumnya pelaksanaan pengaturan jumlah likuiditas dalam perekonomian ini dilakukan oleh bank sentral, melalui berbagai instrumen , khususnya open market operations (OMOs).
Dalam melaksanakan OMO, pada umumnya bank sentral menjual atau membeli obligasi negara jangka panjang. Jika likuiditas dalam perekonomian dirasakan perlu ditambah, maka bank sentral akan membeli sejumlah obligasi negara di pasar sekunder, sehingga uang beredar bertambah, dan dilain pihak bila bank sentral ingin mengurangi likuiditas dalam perekonomian, bank sentral akan menjual sebagian obligasi negara yang berada dalam portofolio bank sentral. Perlu difahami bahwa portofolio obligasi negara di bank sentral tersebut memberikan pendapatan kepada bank sentral berupa bunga obligasi.
Dalam kasus Indonesia, sampai saat ini Bank Indonesia belum memiliki obligasi negara yang dapat dipakai untuk OMO. Walaupun pemerintah Indonesia telah menerbitkan obligasi, yang dimulai pada masa krisis untuk rekapitalisasi bank-bank yang bermasalah, tetapi pasar sekunder bagi obligasi negara baru pada tahap awal dan volume transaksi jual beli di pasar sekunder tersebut masih sedikit. Selama ini Bank Indonesia masih mempergunakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk melaksanakan OMOs. Disamping menimbulkan beban pada Bank Indonesia, karena BI harus membayar bunga SBI yang cukup tinggi, jangka waktu SBI juga sangat pendek, umumnya 1 (satu) bulan, sehingga instrumen ini sebenarnya kurang memadai untuk dipakai dalam OMOs
Tugas 4 Perekonomian Indonesia
TUGAS 4 PEREKONOMIAN INDONESIA
1. Perhitungan Pendapatan Nasional
Ada tiga pendekatan dalam menghitung pendapatan nasional, yaitu sebagai berikut ;
1. Pendekatan pendapatan. Dalam pendekatan ini,pendapatan nasional diperoleh dari penjumlahan kompensasi untuk pekerja,keuntungan perusahaan,pendapatan usaha perorangan,pendapatan sewa,dan bunga netto
2. Pendekatan produksi.Dalam pendekatan ini,pendapatan nasional diperoleh dari penjumlahan nilai tambah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor di dalam perekonomian
3. Pendekatan pengeluaran.Dalam pendekatan pengeluaran,pendapatan nasional diperoleh dari penjumlahan nilai pasar dari seluruh permintaan akhir (final demand) atas output yang dihasilakan di dalam perekonomian yang pada harga yang berlaku.Komponen pendapatan nasional dengan pendekatan metode pengeluaran adalah sebagai berikut,pengeluaran konsumen rumah tangga (C),pengeluaran investasi (I),tabungan (S),pengeluaran pemerintah untuk barang dan jasa (G), serta ekspor netto (X - M)
2. Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan
Dalam distribusi pendapatan baik antarkelompok berpendapatan, antardaerah perkotaan dan daerah pedesaan, atau antarkawasan dan propinsi dan kemiskinan merupakan dua masalah yang masih mewarnai perekonomian Indonesia
Pada awal pemerintahan orde baru, perencanaan pembangunan ekonomi di Indonesia masih sangat percaya bahwa apa yang dimaksud dengan trickle down effect akan terjadi. Oleh karena itu, strategi pembangunan diterapkan oleh pemerintah pada awal periode orde baru hingga akhir tahun 1970-an terpusatkan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pusat pembangunan dimulai di Pulau Jawa, khususnya Propinsi Jawa Barat, karena fasilitas seperti infrastruktur lebih tersedia dibandingkan dipropinsi lainnya di Indonesia dan di beberapa propinsi hanya dibeberapa sector saja yang bisa dengan cepat memberi pertumbuhan misalnya sector primer dan industri berat.
Setelah sepuluh tahun pelita I dimulai, mulai kelihatan bahwa efek yang dimaksud itu mungkin tidak dapat dikatakan sama sekali tidak ada, tetapi proses mengalir kebawahnya sangat lamban. Sebagai akibatnya, Indonesia menikmati laju pertumbuhan yang relatif tinggi, tetapi pada waktu yang bersamaan tingkat kesenjangan semakin membesar dan jumlah orang miskin semakin banyak. Tepatnya setelah pelita III, strategi pembangunan mulai diubah. Tidak hanya pertumbuhan tetapi juga kesejahteraan masyarakat, tidak hanya dijawa, tetapi juga diluar jawa, menjadi kesejahteraan masyarakat, misalnya dengan mengembangkan industri yang padat karya dan sector pertanian . hingga saat ini sudah banyak program pemerintah yang berorientasi mengurangi kemiskinan, seperti inpres pedesaan, transmigrasi, dan masih banyak lagi.
Masalah kesenjangan ekonomi (pendapatan) dan kemiskinan di Indonesia akan dibahas. Faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan dan kemiskinan tetap ada ditanah air walaupun pembangunan ekonomi berjalan terus dan Indonesia memiliki laju pertumbuhan yang relatif tinggi.
Kemiskinan
Masalah kemiskinan merupakan dilema bagi Indonesia, terutama melihat kenyataan bahwa laju pengurangan jumlah orang miskin berdasarkan garis kemiskinan yang berlaku jauh lebih lambat dari pada lajupertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu sejak pelita I dimulai hingga saat ini (Repelita VI). Karena kemiskinan merupakan salah satu masalah ekonomi Indonesia yang serius maka tidak mengherankan kalau banya studi telah dilakukan mengenai kemiskinan tanah air. Sayangnya, pendekatan yang dipakai antarstudi yang ada pada umumnya berbeda dan batas miskin yang digunakan juga beragam sehingga hasil atau gambaran mengenai kemiskinan di Indonesia juga berbeda. Kemiskinan relatif dapat diukur dengan kurva Lorentz dan atau koefesien gini. Sedangkan kemiskinan absolute lebih sulit untuk di ukur, terutama pada waktu membandingkan tingkat kemiskinan antarpropinsi atau daerah.
Faktor penyebab kemiskinan, faktor yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan kemiskinan. Sebagai contoh sering dikatakan bahwa salah satu penyebab kemiskinan adalah tingkat pendidikan yang rendah. Seseorang dengan tingkat pendidikan hanya SD, misalnya sangat sulit mendapatkan pekerjaan terutama dalam sektor modern , (formal) dengan pendapatan yang baik. Berarti penyebab kemiskinan bukan hanya pendidikan yang rendah, tetapi tingkat gaji/upah yang berbeda.
Kalau diuraikan satu persatu, jumlah faktor yang dapat dipengaruhi, langsung maupun tidak langsung, tingkat kemiskinan cukup banyak, mulai dari tingkat dan laju pertumbuhan output (atau produktifitas), tingkat upah neto, distribusi pendapatan, kesempatan kerja, jenis pekerjaan yang tersedia, inflasi, pajak dan subsidi, investasi, alokasi serta kualitas sumber daya alam, penggunaan teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam disuatu wilayah, etos kerja dan motivasi pekerja, kultur/budaya atau tradisi, hingga politik, bencana alam, dan peperangan. Kalau diamati, sebagian besar faktor tersebut juga saling mempengaruhi satu sama lain. Misalnya dari pekerja yang bersangkutan sehingga produktivitasnya menurun. Produktifitas menurun selanjutnya dapat mengakibatkan tingkat upah netonya berkurang, dan seterusnya. Jadi, dalam kasus ini, tidak mudah untukmemastikan apakah karena pajak naik atau produktifitasnya yang turun membuat pekerja tersebut menjadi miskin karena upah netonya menjadi rendah.
Kesimpulan
Tingkat kesenjangan ekonomi dan jumlah penduduk miskin di Indonesia berkurang dan dapat dikatakan bahwa perubahan ini merupakan salah satu hasil pembangunan ekonomi ditanah air selama ini. Namun masih banyak permasalahan dengan kemiskinan dan kesenjangan.
Hingga saat ini, penentu garis kemiskinan masih berdasarkan kebutuhan fisik dan pendidikan tinggi. Tanpa adanya pendidikan yang baik tidak akan bisa terjadi progres di dalam kehidupan.
3. Dasar-Dasar Perhitungan Perkiraan Pendapatan Negara
• Produk Domestik Bruto (GDP)
Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor.
Pendapatan nasional merupakan salah satu ukuran pertumbuhan ekonomi suatu negara
• Produk Nasional Bruto (GNP)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut.
• Produk Nasional Neto (NNP)
Produk Nasional Neto (Net National Product) adalah GNP dikurangi depresiasi atau penyusutan barang modal (sering pula disebut replacement). Replacement penggantian barang modal/penyusutan bagi peralatan produski yang dipakai dalam proses produksi umumnya bersifat taksiran sehingga mungkin saja kurang tepat dan dapat menimbulkan kesalahan meskipun relatif kecil.
• Pendapatan Nasional Neto (NNI)
Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang dihitung menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurang pajak tidak langsung. Yang dimaksud pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain seperti pajak penjualan, pajak hadiah, dll.
• Pendapatan Perseorangan (PI)
Pendapatan perseorangan (Personal Income)adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan perseorangan juga menghitung pembayaran transfer (transfer payment). Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan balas jasa produksi tahun ini, melainkan diambil dari sebagian pendapatan nasional tahun lalu, contoh pembayaran dana pensiunan, tunjangan sosial bagi para pengangguran, bekas pejuang, bunga utang pemerintah, dan sebagainya. Untuk mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI harus dikurangi dengan pajak laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap badan usaha kepada pemerintah), laba yang tidak dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di dalam perusahaan untuk beberapa tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan perusahaan), dan iuran pensiun (iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap perusahaan dengan maksud untuk dibayarkan kembali setelah tenaga kerja tersebut tidak lagi bekerja).
• Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI)
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi. Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI) dikurangi dengan pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak pendapata
1. Perhitungan Pendapatan Nasional
Ada tiga pendekatan dalam menghitung pendapatan nasional, yaitu sebagai berikut ;
1. Pendekatan pendapatan. Dalam pendekatan ini,pendapatan nasional diperoleh dari penjumlahan kompensasi untuk pekerja,keuntungan perusahaan,pendapatan usaha perorangan,pendapatan sewa,dan bunga netto
2. Pendekatan produksi.Dalam pendekatan ini,pendapatan nasional diperoleh dari penjumlahan nilai tambah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor di dalam perekonomian
3. Pendekatan pengeluaran.Dalam pendekatan pengeluaran,pendapatan nasional diperoleh dari penjumlahan nilai pasar dari seluruh permintaan akhir (final demand) atas output yang dihasilakan di dalam perekonomian yang pada harga yang berlaku.Komponen pendapatan nasional dengan pendekatan metode pengeluaran adalah sebagai berikut,pengeluaran konsumen rumah tangga (C),pengeluaran investasi (I),tabungan (S),pengeluaran pemerintah untuk barang dan jasa (G), serta ekspor netto (X - M)
2. Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan
Dalam distribusi pendapatan baik antarkelompok berpendapatan, antardaerah perkotaan dan daerah pedesaan, atau antarkawasan dan propinsi dan kemiskinan merupakan dua masalah yang masih mewarnai perekonomian Indonesia
Pada awal pemerintahan orde baru, perencanaan pembangunan ekonomi di Indonesia masih sangat percaya bahwa apa yang dimaksud dengan trickle down effect akan terjadi. Oleh karena itu, strategi pembangunan diterapkan oleh pemerintah pada awal periode orde baru hingga akhir tahun 1970-an terpusatkan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pusat pembangunan dimulai di Pulau Jawa, khususnya Propinsi Jawa Barat, karena fasilitas seperti infrastruktur lebih tersedia dibandingkan dipropinsi lainnya di Indonesia dan di beberapa propinsi hanya dibeberapa sector saja yang bisa dengan cepat memberi pertumbuhan misalnya sector primer dan industri berat.
Setelah sepuluh tahun pelita I dimulai, mulai kelihatan bahwa efek yang dimaksud itu mungkin tidak dapat dikatakan sama sekali tidak ada, tetapi proses mengalir kebawahnya sangat lamban. Sebagai akibatnya, Indonesia menikmati laju pertumbuhan yang relatif tinggi, tetapi pada waktu yang bersamaan tingkat kesenjangan semakin membesar dan jumlah orang miskin semakin banyak. Tepatnya setelah pelita III, strategi pembangunan mulai diubah. Tidak hanya pertumbuhan tetapi juga kesejahteraan masyarakat, tidak hanya dijawa, tetapi juga diluar jawa, menjadi kesejahteraan masyarakat, misalnya dengan mengembangkan industri yang padat karya dan sector pertanian . hingga saat ini sudah banyak program pemerintah yang berorientasi mengurangi kemiskinan, seperti inpres pedesaan, transmigrasi, dan masih banyak lagi.
Masalah kesenjangan ekonomi (pendapatan) dan kemiskinan di Indonesia akan dibahas. Faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan dan kemiskinan tetap ada ditanah air walaupun pembangunan ekonomi berjalan terus dan Indonesia memiliki laju pertumbuhan yang relatif tinggi.
Kemiskinan
Masalah kemiskinan merupakan dilema bagi Indonesia, terutama melihat kenyataan bahwa laju pengurangan jumlah orang miskin berdasarkan garis kemiskinan yang berlaku jauh lebih lambat dari pada lajupertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu sejak pelita I dimulai hingga saat ini (Repelita VI). Karena kemiskinan merupakan salah satu masalah ekonomi Indonesia yang serius maka tidak mengherankan kalau banya studi telah dilakukan mengenai kemiskinan tanah air. Sayangnya, pendekatan yang dipakai antarstudi yang ada pada umumnya berbeda dan batas miskin yang digunakan juga beragam sehingga hasil atau gambaran mengenai kemiskinan di Indonesia juga berbeda. Kemiskinan relatif dapat diukur dengan kurva Lorentz dan atau koefesien gini. Sedangkan kemiskinan absolute lebih sulit untuk di ukur, terutama pada waktu membandingkan tingkat kemiskinan antarpropinsi atau daerah.
Faktor penyebab kemiskinan, faktor yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan kemiskinan. Sebagai contoh sering dikatakan bahwa salah satu penyebab kemiskinan adalah tingkat pendidikan yang rendah. Seseorang dengan tingkat pendidikan hanya SD, misalnya sangat sulit mendapatkan pekerjaan terutama dalam sektor modern , (formal) dengan pendapatan yang baik. Berarti penyebab kemiskinan bukan hanya pendidikan yang rendah, tetapi tingkat gaji/upah yang berbeda.
Kalau diuraikan satu persatu, jumlah faktor yang dapat dipengaruhi, langsung maupun tidak langsung, tingkat kemiskinan cukup banyak, mulai dari tingkat dan laju pertumbuhan output (atau produktifitas), tingkat upah neto, distribusi pendapatan, kesempatan kerja, jenis pekerjaan yang tersedia, inflasi, pajak dan subsidi, investasi, alokasi serta kualitas sumber daya alam, penggunaan teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam disuatu wilayah, etos kerja dan motivasi pekerja, kultur/budaya atau tradisi, hingga politik, bencana alam, dan peperangan. Kalau diamati, sebagian besar faktor tersebut juga saling mempengaruhi satu sama lain. Misalnya dari pekerja yang bersangkutan sehingga produktivitasnya menurun. Produktifitas menurun selanjutnya dapat mengakibatkan tingkat upah netonya berkurang, dan seterusnya. Jadi, dalam kasus ini, tidak mudah untukmemastikan apakah karena pajak naik atau produktifitasnya yang turun membuat pekerja tersebut menjadi miskin karena upah netonya menjadi rendah.
Kesimpulan
Tingkat kesenjangan ekonomi dan jumlah penduduk miskin di Indonesia berkurang dan dapat dikatakan bahwa perubahan ini merupakan salah satu hasil pembangunan ekonomi ditanah air selama ini. Namun masih banyak permasalahan dengan kemiskinan dan kesenjangan.
Hingga saat ini, penentu garis kemiskinan masih berdasarkan kebutuhan fisik dan pendidikan tinggi. Tanpa adanya pendidikan yang baik tidak akan bisa terjadi progres di dalam kehidupan.
3. Dasar-Dasar Perhitungan Perkiraan Pendapatan Negara
• Produk Domestik Bruto (GDP)
Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor.
Pendapatan nasional merupakan salah satu ukuran pertumbuhan ekonomi suatu negara
• Produk Nasional Bruto (GNP)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut.
• Produk Nasional Neto (NNP)
Produk Nasional Neto (Net National Product) adalah GNP dikurangi depresiasi atau penyusutan barang modal (sering pula disebut replacement). Replacement penggantian barang modal/penyusutan bagi peralatan produski yang dipakai dalam proses produksi umumnya bersifat taksiran sehingga mungkin saja kurang tepat dan dapat menimbulkan kesalahan meskipun relatif kecil.
• Pendapatan Nasional Neto (NNI)
Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang dihitung menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurang pajak tidak langsung. Yang dimaksud pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain seperti pajak penjualan, pajak hadiah, dll.
• Pendapatan Perseorangan (PI)
Pendapatan perseorangan (Personal Income)adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan perseorangan juga menghitung pembayaran transfer (transfer payment). Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan balas jasa produksi tahun ini, melainkan diambil dari sebagian pendapatan nasional tahun lalu, contoh pembayaran dana pensiunan, tunjangan sosial bagi para pengangguran, bekas pejuang, bunga utang pemerintah, dan sebagainya. Untuk mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI harus dikurangi dengan pajak laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap badan usaha kepada pemerintah), laba yang tidak dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di dalam perusahaan untuk beberapa tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan perusahaan), dan iuran pensiun (iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap perusahaan dengan maksud untuk dibayarkan kembali setelah tenaga kerja tersebut tidak lagi bekerja).
• Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI)
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi. Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI) dikurangi dengan pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak pendapata
Tugas 3 Perekonomian Indonesia
TUGAS 3 PEREKONOMIAN INDONESIA
1. Peta Perekonomian Indonesia
• Keadaan Geografis
Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau (menurut data tahun 2004; lihat pula: jumlah pulau di Indonesia), sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni tetap, menyebar sekitar katulistiwa, memberikan cuaca tropis. Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, di mana lebih dari setengah (65%) populasi Indonesia. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya dan rangkaian pulau-pulau ini disebut pula sebagai kepulauan Nusantara atau kepulauan Indonesia.
Peta garis kepulauan Indonesia, Deposit oleh Republik Indonesia pada daftar titik-titik koordinat geografis berdasarkan pasal 47, ayat 9, dari Konvensi PBB tentang Hukum Laut Indonesia memiliki lebih dari 400 gunung berapi and 130 di antaranya termasuk gunung berapi aktif. Sebagian dari gunung berapi terletak di dasar laut dan tidak terlihat dari permukaan laut. Indonesia merupakan tempat pertemuan 2 rangkaian gunung berapi aktif (Ring of Fire). Terdapat puluhan patahan aktif di wilayah Indonesia.
Data-data geografis
Lokasi: Sebelah tenggara Asia, di Kepulauan Melayu antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.
Koordinat geografis: 6°LU - 11°08'LS dan dari 95°'BT - 141°45'BT
Referensi peta: Asia Tenggara
Wilayah:
total darat: 1.922.570 km²
daratan non-air: 1.829.570 km²
daratan berair: 93.000 km²
lautan: 3.257.483 km²
Garis batas negara:
total: 2.830 km: Malaysia 1.782 km, Papua Nugini 820 km, Timor Leste 228 km
Negara tetangga yang tidak berbatasan darat: India di barat laut Aceh, Australia, Singapura, Filipina, Vietnam, Thailand, Brunei Darussalam,Kamboja, Thailand, Birma
Garis pantai: 54.716 km
Klaim kelautan: diukur dari garis dasar kepulauan yang diklaim
zona ekonomi khusus: 200 mil laut
laut yang merupakan wilayah negara: 12 mil laut
Cuaca: tropis; panas, lembab; sedikit lebih sejuk di dataran tinggi
Dataran: kebanyakan dataran rendah di pesisir; pulau-pulau yang lebih besar mempunyai pegunungan di pedalaman
Tertinggi & terendah:
titik terendah: Samudra Hindia 0 m
titik tertinggi: Puncak Jaya 5.030 m
Sumber daya alam: minyak tanah, kayu, gas alam, kuningan, timah, bauksit, tembaga, tanah yang subur, batu bara, emas, perak
Kegunaan tanah:
tanah yang subur: 9,9%
tanaman permanen: 7,2%
lainnya: 82,9% (perk. 1998)
Wilayah yang diairi: 48.150 km² (perk. 1998)
Bahaya alam: banjir, kemarau panjang, tsunami, gempa bumi, gunung berapi, kebakaran hutan, gunung lumpur, tanah longsor.
Lingkungan - masalah saat ini: penebangan hutan secara liar/pembalakan hutan; polusi air dari limbah industri dan pertambangan; polusi udara di daerak perkotaan (Jakarta merupakan kota dengan udara paling kotor ke 3 di dunia); asap dan kabut dari kebakaran hutan; kebakaran hutan permanen/tidak dapat dipadamkan; perambahan suaka alam/suaka margasatwa; perburuan liar, perdagangan dan pembasmian hewan liar yang dilindungi; penghancuran terumbu karang; pembuangan sampah B3/radioaktif dari negara maju; pembuangan sampah tanpa pemisahan/pengolahan; semburan lumpur liar di Sidoarjo, Jawa Timur.
Lingkungan - persetujuan internasional:
bagian dari: Biodiversitas, Perubahan Iklim, Desertifikasi, Spesies yang Terancam, Sampah Berbahaya, Hukum Laut, Larangan Ujicoba Nuklir, Perlindungan Lapisan Ozon, Polusi Kapal, Perkayuan Tropis 83, Perkayuan Tropis 94, Dataran basah
ditanda tangani, namun belum diratifikasi: Perubahan Iklim - Protokol Kyoto, Pelindungan Kehidupan Laut
Geografi - catatan: di kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.504 pulau (6.000 dihuni); dilintasi katulistiwa; di sepanjang jalur pelayaran utama dari Samudra Hindia ke Samudra Pasifik
• Mata Pencaharian
Dari keseluruhan wilayah yang dimiliki Indonesia, dapat ditarik beberapa
hal diantaranya bahwa :
• Pertama, mata pencaharian penduduk Indonesia sebagian besar masih berada di sektor pertanian ( agraris ), yang tinggal di pedesaan dengan mata pencaharian seperti pertanian, perikanan, peternakan, dan sejenisnya.
• Kedua, kontribusi sektor pertanian terhadap GDP ( Gross Domestic Product ) secara absolut masih dominan, namun jika dibanding dengan sektor-sektor di luar pertanian menampakkan adanya penurunan dalam presentase.
• Hal yang perlu diwaspadai dalam sektor pertanian ini adalah, bahwa komoditi yang dihasilkan dari sektor ini relatif tidak memiliki nilai tambah yang tinggi, sehingga tidak dapat bersaing dengan-dengan komoditi yang dihasilkan sektor lain ( industri misalnya ), sehingga sebagian masyarakat Indonesia yang memang bermata pencaharian di sektor pertanian (desa) semakin tertinggal dari rekannya yang bekerja dan memiliki akses di sektor industri ( kota ). Jika ini tidak segera ditindak lanjuti, maka akan menjadi benarlah teori ketergantungan, bahwa spread effect ( kekuatan menyebar ) akan selalu lebih kecil dari back-wash effect ( mengalirnya sumber daya dari daerah miskin ke daerah kaya ).
Langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk mengatasi diantaranya
adalah :
• memperbaiki kehidupan penduduk/petani dengan pola pembinaan dan pembangunan sarana dan prasaranya bidang pertanian
• meningkatkan nilai tambah komoditi pertanian, jika dimungkinkan tidak hanya untuk pasar lokal saja
• mencoba mengembangkan kegiatan agribisnis
• menunjang kegiatan transmigrasi
• SDM (Sumber Daya Manusia)
Sumber daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDM lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi. Oleh karena itu, dalam bidang kajian psikologi, para praktisi SDM harus mengambil penjurusan industri dan organisasi.
Sebagai ilmu, SDM dipelajari dalam manajemen sumber daya manusia atau (MSDM). Dalam bidang ilmu ini, terjadi sintesa antara ilmu manajemen dan psikologi. Mengingat struktur SDM dalam industri-organisasi dipelajari oleh ilmu manajemen, sementara manusia-nya sebagai subyek pelaku adalah bidang kajian ilmu psikologi.
Dewasa ini, perkembangan terbaru memandang SDM bukan sebagai sumber daya belaka, melainkan lebih berupa modal atau aset bagi institusi atau organisasi. Karena itu kemudian muncullah istilah baru di luar H.R. (Human Resources), yaitu H.C. atau Human Capital. Di sini SDM dilihat bukan sekedar sebagai aset utama, tetapi aset yang bernilai dan dapat dilipatgandakan, dikembangkan (bandingkan dengan portfolio investasi) dan juga bukan sebaliknya sebagai liability (beban,cost). Di sini perspektif SDM sebagai investasi bagi institusi atau organisasi lebih mengemuka.
• LSM yang ada
MEDAN, PESATNEWS- Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kementerian Dalam Negeri mencatat, jumlah organisasi kemasyarakatan (Ormas) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di tanah air melebihi angka 100 ribu.
Di satu sisi, katanya, banyaknya pendirian ormas dan LSM itu dapat memberikan manfaat dalam upaya memberikan pendidikan kepada masyarakat.
Namun, di sisi lain keberadaan ormas dan LSM juga dapat menimbulkan masalah karena tidak mendaftarkan diri kepada pemerintah. Pendaftaran itu diperlukan agar pemerintah memiliki data yang akurat mengenai keberadaan dan jumlah ormas dan LSM di tanah air.
Selain itu, terdaftarnya ormas dan LSM itu akan lebih memudahkan untuk melakukan berbagai aktivitas, termasuk dalam menyampaikan pendapat di muka umum. Ia mencontohkan dengan fenomena di Jakarta yang memiliki banyak ormas dan LSM, yang selalu dipertanyakan pihak kepolisian jika ingin menyampaikan pendapat di muka umum.
Kemudian, meski jumlahnya banyak, namun tidak sedikit ormas dan LSM itu yang telah tidak sesuai dengan tujuan awal pembentukannya. Ia mencontohkan ormas dan LSM yang awalnya bertujuan dalam advokasi dan perhatian terhadap lingkungan hidup, tetapi berubah orientasi sesuai perjalanan waktu.
Selain itu, tidak sedikit juga ormas dan LSM itu didirikan untuk kepentingan jangka pendek atau demi kepentingan kelompok tertentu. Indikasi itu dapat dilihat dari adanya ormas dan LSM yang pengurusnya terdiri dari orang-orang terdekat, bahkan ikatan keluarga.
1. Peta Perekonomian Indonesia
• Keadaan Geografis
Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau (menurut data tahun 2004; lihat pula: jumlah pulau di Indonesia), sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni tetap, menyebar sekitar katulistiwa, memberikan cuaca tropis. Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, di mana lebih dari setengah (65%) populasi Indonesia. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya dan rangkaian pulau-pulau ini disebut pula sebagai kepulauan Nusantara atau kepulauan Indonesia.
Peta garis kepulauan Indonesia, Deposit oleh Republik Indonesia pada daftar titik-titik koordinat geografis berdasarkan pasal 47, ayat 9, dari Konvensi PBB tentang Hukum Laut Indonesia memiliki lebih dari 400 gunung berapi and 130 di antaranya termasuk gunung berapi aktif. Sebagian dari gunung berapi terletak di dasar laut dan tidak terlihat dari permukaan laut. Indonesia merupakan tempat pertemuan 2 rangkaian gunung berapi aktif (Ring of Fire). Terdapat puluhan patahan aktif di wilayah Indonesia.
Data-data geografis
Lokasi: Sebelah tenggara Asia, di Kepulauan Melayu antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.
Koordinat geografis: 6°LU - 11°08'LS dan dari 95°'BT - 141°45'BT
Referensi peta: Asia Tenggara
Wilayah:
total darat: 1.922.570 km²
daratan non-air: 1.829.570 km²
daratan berair: 93.000 km²
lautan: 3.257.483 km²
Garis batas negara:
total: 2.830 km: Malaysia 1.782 km, Papua Nugini 820 km, Timor Leste 228 km
Negara tetangga yang tidak berbatasan darat: India di barat laut Aceh, Australia, Singapura, Filipina, Vietnam, Thailand, Brunei Darussalam,Kamboja, Thailand, Birma
Garis pantai: 54.716 km
Klaim kelautan: diukur dari garis dasar kepulauan yang diklaim
zona ekonomi khusus: 200 mil laut
laut yang merupakan wilayah negara: 12 mil laut
Cuaca: tropis; panas, lembab; sedikit lebih sejuk di dataran tinggi
Dataran: kebanyakan dataran rendah di pesisir; pulau-pulau yang lebih besar mempunyai pegunungan di pedalaman
Tertinggi & terendah:
titik terendah: Samudra Hindia 0 m
titik tertinggi: Puncak Jaya 5.030 m
Sumber daya alam: minyak tanah, kayu, gas alam, kuningan, timah, bauksit, tembaga, tanah yang subur, batu bara, emas, perak
Kegunaan tanah:
tanah yang subur: 9,9%
tanaman permanen: 7,2%
lainnya: 82,9% (perk. 1998)
Wilayah yang diairi: 48.150 km² (perk. 1998)
Bahaya alam: banjir, kemarau panjang, tsunami, gempa bumi, gunung berapi, kebakaran hutan, gunung lumpur, tanah longsor.
Lingkungan - masalah saat ini: penebangan hutan secara liar/pembalakan hutan; polusi air dari limbah industri dan pertambangan; polusi udara di daerak perkotaan (Jakarta merupakan kota dengan udara paling kotor ke 3 di dunia); asap dan kabut dari kebakaran hutan; kebakaran hutan permanen/tidak dapat dipadamkan; perambahan suaka alam/suaka margasatwa; perburuan liar, perdagangan dan pembasmian hewan liar yang dilindungi; penghancuran terumbu karang; pembuangan sampah B3/radioaktif dari negara maju; pembuangan sampah tanpa pemisahan/pengolahan; semburan lumpur liar di Sidoarjo, Jawa Timur.
Lingkungan - persetujuan internasional:
bagian dari: Biodiversitas, Perubahan Iklim, Desertifikasi, Spesies yang Terancam, Sampah Berbahaya, Hukum Laut, Larangan Ujicoba Nuklir, Perlindungan Lapisan Ozon, Polusi Kapal, Perkayuan Tropis 83, Perkayuan Tropis 94, Dataran basah
ditanda tangani, namun belum diratifikasi: Perubahan Iklim - Protokol Kyoto, Pelindungan Kehidupan Laut
Geografi - catatan: di kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.504 pulau (6.000 dihuni); dilintasi katulistiwa; di sepanjang jalur pelayaran utama dari Samudra Hindia ke Samudra Pasifik
• Mata Pencaharian
Dari keseluruhan wilayah yang dimiliki Indonesia, dapat ditarik beberapa
hal diantaranya bahwa :
• Pertama, mata pencaharian penduduk Indonesia sebagian besar masih berada di sektor pertanian ( agraris ), yang tinggal di pedesaan dengan mata pencaharian seperti pertanian, perikanan, peternakan, dan sejenisnya.
• Kedua, kontribusi sektor pertanian terhadap GDP ( Gross Domestic Product ) secara absolut masih dominan, namun jika dibanding dengan sektor-sektor di luar pertanian menampakkan adanya penurunan dalam presentase.
• Hal yang perlu diwaspadai dalam sektor pertanian ini adalah, bahwa komoditi yang dihasilkan dari sektor ini relatif tidak memiliki nilai tambah yang tinggi, sehingga tidak dapat bersaing dengan-dengan komoditi yang dihasilkan sektor lain ( industri misalnya ), sehingga sebagian masyarakat Indonesia yang memang bermata pencaharian di sektor pertanian (desa) semakin tertinggal dari rekannya yang bekerja dan memiliki akses di sektor industri ( kota ). Jika ini tidak segera ditindak lanjuti, maka akan menjadi benarlah teori ketergantungan, bahwa spread effect ( kekuatan menyebar ) akan selalu lebih kecil dari back-wash effect ( mengalirnya sumber daya dari daerah miskin ke daerah kaya ).
Langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk mengatasi diantaranya
adalah :
• memperbaiki kehidupan penduduk/petani dengan pola pembinaan dan pembangunan sarana dan prasaranya bidang pertanian
• meningkatkan nilai tambah komoditi pertanian, jika dimungkinkan tidak hanya untuk pasar lokal saja
• mencoba mengembangkan kegiatan agribisnis
• menunjang kegiatan transmigrasi
• SDM (Sumber Daya Manusia)
Sumber daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDM lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi. Oleh karena itu, dalam bidang kajian psikologi, para praktisi SDM harus mengambil penjurusan industri dan organisasi.
Sebagai ilmu, SDM dipelajari dalam manajemen sumber daya manusia atau (MSDM). Dalam bidang ilmu ini, terjadi sintesa antara ilmu manajemen dan psikologi. Mengingat struktur SDM dalam industri-organisasi dipelajari oleh ilmu manajemen, sementara manusia-nya sebagai subyek pelaku adalah bidang kajian ilmu psikologi.
Dewasa ini, perkembangan terbaru memandang SDM bukan sebagai sumber daya belaka, melainkan lebih berupa modal atau aset bagi institusi atau organisasi. Karena itu kemudian muncullah istilah baru di luar H.R. (Human Resources), yaitu H.C. atau Human Capital. Di sini SDM dilihat bukan sekedar sebagai aset utama, tetapi aset yang bernilai dan dapat dilipatgandakan, dikembangkan (bandingkan dengan portfolio investasi) dan juga bukan sebaliknya sebagai liability (beban,cost). Di sini perspektif SDM sebagai investasi bagi institusi atau organisasi lebih mengemuka.
• LSM yang ada
MEDAN, PESATNEWS- Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kementerian Dalam Negeri mencatat, jumlah organisasi kemasyarakatan (Ormas) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di tanah air melebihi angka 100 ribu.
Di satu sisi, katanya, banyaknya pendirian ormas dan LSM itu dapat memberikan manfaat dalam upaya memberikan pendidikan kepada masyarakat.
Namun, di sisi lain keberadaan ormas dan LSM juga dapat menimbulkan masalah karena tidak mendaftarkan diri kepada pemerintah. Pendaftaran itu diperlukan agar pemerintah memiliki data yang akurat mengenai keberadaan dan jumlah ormas dan LSM di tanah air.
Selain itu, terdaftarnya ormas dan LSM itu akan lebih memudahkan untuk melakukan berbagai aktivitas, termasuk dalam menyampaikan pendapat di muka umum. Ia mencontohkan dengan fenomena di Jakarta yang memiliki banyak ormas dan LSM, yang selalu dipertanyakan pihak kepolisian jika ingin menyampaikan pendapat di muka umum.
Kemudian, meski jumlahnya banyak, namun tidak sedikit ormas dan LSM itu yang telah tidak sesuai dengan tujuan awal pembentukannya. Ia mencontohkan ormas dan LSM yang awalnya bertujuan dalam advokasi dan perhatian terhadap lingkungan hidup, tetapi berubah orientasi sesuai perjalanan waktu.
Selain itu, tidak sedikit juga ormas dan LSM itu didirikan untuk kepentingan jangka pendek atau demi kepentingan kelompok tertentu. Indikasi itu dapat dilihat dari adanya ormas dan LSM yang pengurusnya terdiri dari orang-orang terdekat, bahkan ikatan keluarga.
Selasa, 15 Maret 2011
Tugas 2 Perekonomian Indonesia
TUGAS 2 PEREKONOMIAN INDONESIA
1. Teori Strategi Pembangunan
Terdiri dari dua kata, yaitu: “Teori” “Pembangunan”
Pembangunan
Mansour Fakih : Proses dan usaha untuk meningkatkan kehidupan ekonomi politik , budaya, infrastruktur masyarakat dsb. Pembangunan adalah bagian dari teori perubahan sosial.
Talizidihu Ndraha “ secara etimologis” : sadar/siuman, bangkit dan berdiri, bentuk, Membuat, mendirikan atau membina Pembangunan meliputi segi anatomik (bentuk), fisiologik (kehidupan), dan behavioral (perilaku)
Bjorn Hettne : Pembangunan didefinisikan sangat kontekstual dan harus merupakan konsep terbuka yang harus didefinisikan terus menerus. Teori Pembangunan lebih memperhatikan perubahan sosial dibandingkan disiplin ilmu sosial lainnya.
Bintoro dan Mustopadidjaja :” Pengertian pembangunan harus dilihat secara dinamis dan bukan dilihat sebagai konsep statis. Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha tanpa akhir”
Profesor Goulet (Tiga Nilai Inti Pembangunan):
Kecukupan:kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar meliputi sandang, pangan, papan. Keberhasilan pembangunan ekonomi menjadi prasyarat terpenuhinya nilai ini.
Harga Diri / Kemandirian : Menjadi manusia seutuhnya. Membangun tidak berarti menghilangkan kepribadian.
Kebebasan dari Sikap Menghamba: kemampuan untuk memilih Kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek material semata.
Todaro & Smith: “pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin demi mencapai kehidupan yang lebih baik”
Tiga tujuan inti pembangunan:
Peningkatan ketersediaan kebutuhan hidup pokok. Peningkatan standar hidup. Perluasan pilihan-pilihan ekonomi dan sosial. (Todaro & Smith).
Teori Pembangunan & Ideologi
Ideologi (filsafat/pandangan hidup) digunakan sebagai dasar untuk memilih teori dan strategi pembangunan yang sesuai MAKA Memilih teori dan strategi Pembangunan u/ Indonesia harus sesuai dengan ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila
2. Strategi Pembangunan Indonesia
• KAMPANYE PRODUK INDONESIA
Kita harus lebih mencintai produk dalam negri, karna produk dalam negri tidak kalah kualitas dari produk luar negri.
• EKSPANSI EKONOMI KE LUAR NEGERI
Industri food sudah over supply. Hentikan pembukaan perusahaan food baru. Yang udah ada, siapkan ekspor license untuk ekspor. Yang sukses jadi eksportir, bagi2 info ke pengusaha lainnya. Pemerintah akan menawarkan GOLD sangat murah untuk keperluan beli lisence. Manfaatkan juga KERIS buat mata-mata.
• INDUSTRI STRATEGIS.
Industri yang mendukung harus disupport penuh. Lanjutkan proyek Yayasan Sehat. Support penuh industri weapon. Upgrade company sampai Q5 kalau perlu. Pemerintah akan subsidi buat upgrade, dan menurunkan VAT dan IncomeTax di industri ini. Kemudian, pemilik industri weapon harap menjual weapon high quality dengan harga paling murah. Kalo perlu, profit margin cukupin buat bayar gaji pegawai. Biar semua citizen dapat pegang senjata. Bisa perang. Dan pemilik industri akan dikenang sebagai pahlawan, sosok yang mau berkorban untuk bangsa dan negara. Industri gift juga bersiap-siap, melakukan hal yang sama.
• MONEY MARKET
Pemerintah tetap ngumpulin GOLD dari pasar. Jangan sampai Indonesia kehabisan GOLD. Beli di harga yang wajar.
• TAX
Turunkan VAT dan Income Tax di indusri strategis: Weapon dan Gift. Jadi pengusaha bisa berikan gaji lebih murah.
Naikkan Import Tax semua industri ke 50%. Harusnya sudah cukup untuk menghadang produk kutuan. Persetan dengan pasar bebas antar negara. Toh, mereka melakukan hal yang sama ke produk kita.
• TBA TBB
Lanjutkan kebijakan ini, supaya pengusaha gak pusing2 jualan di dalam negeri. Kita harus fokus ekspor ke luar negeri.
Visi
Terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara yang aman, bersatu, rukun dan damai;
Terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan dan hak azasi manusia; serta
Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan kehidupan yang layak serta memberikan fondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan.
Misi
Mewujudkan Indonesia yang aman dan damai;
Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis; serta
Mewujudkan Indonesia yang sejahtera.
Strategi pokok yang ditempuh.
Strategi Penataan Kembali Indonesia yang diarahkan untuk menyelamatkan system ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan semangat, jiwa, nilai, dan consensus dasar yang melandasi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi Pancasila; Undang-Undang Dasar 1945 (terutama Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945); tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan tetap berkembangnya pluralisme dan keberagaman dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika;
Strategi Pembangunan Indonesia yang diarahkan untuk membangun Indonesia disegala bidang yang merupakan perwujudan dari amanat yang tertera jelas dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terutama dalam pemenuhan hak dasar rakyat dan penciptaan landasan pembangunan yang kokoh.
3. Rencana Pembangunan Indonesia
Gambaran yang lebih jelas tentang arah yang dituju dalam pembangunan Indonesia dapat dibaca dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Dalam RPJPN tersebut telah ditetapkan bahwa visi pembangunan adalah “Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur”. “Mandiri” artinya mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa lain dengan mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan sendiri. “Maju” dapat diukur dari kualitas SDM, tingkat kemakmuran, kemantapan sistem dan kelembagaan politik dan hukum. Sedangkan “Adil” dicerminkan oleh tidak adanya diskrimasi dalam bentuk apapun, baik antar individu, gender, maupun wilayah. Sementara “Makmur” dapat diukur dari tingkat pemenuhan seluruh kebutuhan hidup.
Di berbagai negara, seperti Cina, tingkat kemakmuran bisa dikelompokkan menjadi 4, yang indikatornya adalah rasio pengeluaran untuk makanan dari total pengeluaran. Apabila rasio pengeluaran untuk makanan diatas 60% dari total pengeluaran, maka komunitas tersebut tergolong “miskin”. Apabila rasionya antara 50% - 60% dari total pengeluaran, maka komunitas tersebut tergolong “hampir miskin” atau “hanya cukup makan dan pakaian”. Apabila rasionya antara 40% - 50%, maka komunitas tersebut tergolong “relatif makmur”. Sedangkan bila rasionya sudah dibawah 60% dari total pengeluaran, maka komunitas tersebut tergolong “makmur”. Mengacu kepada tolok ukur diatas, sebenarnya masing-masing kita dapat mengira-ngira sendiri termasuk golongan yang mana.
Sebagai informasi, rasio mengeluaran penduduk Cina untuk makanan dari total pengeluaran pada tahun 1978 adalah 57,5% di pedesaan dan 67,7% di perkotaan. Angka tersebut turun menjadi 43,0% di pedesaan dan 35,8% di perkotaan pada tahun 2006 (Bahan Seminar on Economic Administration for Asian Countries, 2008). Artinya penduduk Cina di pedesaan pada saat ini telah relatif makmur, dan di perkotaan sudah makmur.
Selanjutnya, bagaimana di Indonesia ? Dalam RPJPN 2005 – 2025 juga telah ditetapkan misi pembangunan sebagai berikut :
1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.
2. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum.
4. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu.
5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan.
6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari.
7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.
8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional.
Untuk mencapai misi tersebut, telah ditetapkan pula 4 tahapan pembangunannya, yaitu :
1. Dalam RPJMN 1 (2005 – 2009) dilakukan penataan kembali NKRI, membangun Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis, dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik.
2. RPJMN 2 (2010 – 2014) ditujukan untuk memantapkan penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan iptek, dan memperkuat daya saing perekonomian.
3. Sedangkan target dalam RPJMN 3 (2015 – 2019) adalah memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan iptek.
4. Pada tahapan terakhir, RPJMN 4 (2020 – 2024) diharapkan terwujudnya masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui percepatan pembangunan di segala bidang dengan struktur perekonomian yang kokoh belandaskan keunggulan kompetitif.
Dalam pembangunan daya saing bangsa, RPJPN 2005 – 2025 menetapkan arahnya sebagai berikut :
1. Pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas.
2. Penguatan perekonomian domestik dengan orientasi dan berdaya saing global.
3. Penguasaan, pengembangan, dan pemanfaatan iptek.
4. Pembangunan sarana dan prasarana yang memadai dan maju.
5. Reformasi hukum dan birokrasi.
1. Teori Strategi Pembangunan
Terdiri dari dua kata, yaitu: “Teori” “Pembangunan”
Pembangunan
Mansour Fakih : Proses dan usaha untuk meningkatkan kehidupan ekonomi politik , budaya, infrastruktur masyarakat dsb. Pembangunan adalah bagian dari teori perubahan sosial.
Talizidihu Ndraha “ secara etimologis” : sadar/siuman, bangkit dan berdiri, bentuk, Membuat, mendirikan atau membina Pembangunan meliputi segi anatomik (bentuk), fisiologik (kehidupan), dan behavioral (perilaku)
Bjorn Hettne : Pembangunan didefinisikan sangat kontekstual dan harus merupakan konsep terbuka yang harus didefinisikan terus menerus. Teori Pembangunan lebih memperhatikan perubahan sosial dibandingkan disiplin ilmu sosial lainnya.
Bintoro dan Mustopadidjaja :” Pengertian pembangunan harus dilihat secara dinamis dan bukan dilihat sebagai konsep statis. Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha tanpa akhir”
Profesor Goulet (Tiga Nilai Inti Pembangunan):
Kecukupan:kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar meliputi sandang, pangan, papan. Keberhasilan pembangunan ekonomi menjadi prasyarat terpenuhinya nilai ini.
Harga Diri / Kemandirian : Menjadi manusia seutuhnya. Membangun tidak berarti menghilangkan kepribadian.
Kebebasan dari Sikap Menghamba: kemampuan untuk memilih Kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek material semata.
Todaro & Smith: “pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin demi mencapai kehidupan yang lebih baik”
Tiga tujuan inti pembangunan:
Peningkatan ketersediaan kebutuhan hidup pokok. Peningkatan standar hidup. Perluasan pilihan-pilihan ekonomi dan sosial. (Todaro & Smith).
Teori Pembangunan & Ideologi
Ideologi (filsafat/pandangan hidup) digunakan sebagai dasar untuk memilih teori dan strategi pembangunan yang sesuai MAKA Memilih teori dan strategi Pembangunan u/ Indonesia harus sesuai dengan ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila
2. Strategi Pembangunan Indonesia
• KAMPANYE PRODUK INDONESIA
Kita harus lebih mencintai produk dalam negri, karna produk dalam negri tidak kalah kualitas dari produk luar negri.
• EKSPANSI EKONOMI KE LUAR NEGERI
Industri food sudah over supply. Hentikan pembukaan perusahaan food baru. Yang udah ada, siapkan ekspor license untuk ekspor. Yang sukses jadi eksportir, bagi2 info ke pengusaha lainnya. Pemerintah akan menawarkan GOLD sangat murah untuk keperluan beli lisence. Manfaatkan juga KERIS buat mata-mata.
• INDUSTRI STRATEGIS.
Industri yang mendukung harus disupport penuh. Lanjutkan proyek Yayasan Sehat. Support penuh industri weapon. Upgrade company sampai Q5 kalau perlu. Pemerintah akan subsidi buat upgrade, dan menurunkan VAT dan IncomeTax di industri ini. Kemudian, pemilik industri weapon harap menjual weapon high quality dengan harga paling murah. Kalo perlu, profit margin cukupin buat bayar gaji pegawai. Biar semua citizen dapat pegang senjata. Bisa perang. Dan pemilik industri akan dikenang sebagai pahlawan, sosok yang mau berkorban untuk bangsa dan negara. Industri gift juga bersiap-siap, melakukan hal yang sama.
• MONEY MARKET
Pemerintah tetap ngumpulin GOLD dari pasar. Jangan sampai Indonesia kehabisan GOLD. Beli di harga yang wajar.
• TAX
Turunkan VAT dan Income Tax di indusri strategis: Weapon dan Gift. Jadi pengusaha bisa berikan gaji lebih murah.
Naikkan Import Tax semua industri ke 50%. Harusnya sudah cukup untuk menghadang produk kutuan. Persetan dengan pasar bebas antar negara. Toh, mereka melakukan hal yang sama ke produk kita.
• TBA TBB
Lanjutkan kebijakan ini, supaya pengusaha gak pusing2 jualan di dalam negeri. Kita harus fokus ekspor ke luar negeri.
Visi
Terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara yang aman, bersatu, rukun dan damai;
Terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan dan hak azasi manusia; serta
Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan kehidupan yang layak serta memberikan fondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan.
Misi
Mewujudkan Indonesia yang aman dan damai;
Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis; serta
Mewujudkan Indonesia yang sejahtera.
Strategi pokok yang ditempuh.
Strategi Penataan Kembali Indonesia yang diarahkan untuk menyelamatkan system ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan semangat, jiwa, nilai, dan consensus dasar yang melandasi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi Pancasila; Undang-Undang Dasar 1945 (terutama Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945); tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan tetap berkembangnya pluralisme dan keberagaman dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika;
Strategi Pembangunan Indonesia yang diarahkan untuk membangun Indonesia disegala bidang yang merupakan perwujudan dari amanat yang tertera jelas dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terutama dalam pemenuhan hak dasar rakyat dan penciptaan landasan pembangunan yang kokoh.
3. Rencana Pembangunan Indonesia
Gambaran yang lebih jelas tentang arah yang dituju dalam pembangunan Indonesia dapat dibaca dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Dalam RPJPN tersebut telah ditetapkan bahwa visi pembangunan adalah “Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur”. “Mandiri” artinya mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa lain dengan mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan sendiri. “Maju” dapat diukur dari kualitas SDM, tingkat kemakmuran, kemantapan sistem dan kelembagaan politik dan hukum. Sedangkan “Adil” dicerminkan oleh tidak adanya diskrimasi dalam bentuk apapun, baik antar individu, gender, maupun wilayah. Sementara “Makmur” dapat diukur dari tingkat pemenuhan seluruh kebutuhan hidup.
Di berbagai negara, seperti Cina, tingkat kemakmuran bisa dikelompokkan menjadi 4, yang indikatornya adalah rasio pengeluaran untuk makanan dari total pengeluaran. Apabila rasio pengeluaran untuk makanan diatas 60% dari total pengeluaran, maka komunitas tersebut tergolong “miskin”. Apabila rasionya antara 50% - 60% dari total pengeluaran, maka komunitas tersebut tergolong “hampir miskin” atau “hanya cukup makan dan pakaian”. Apabila rasionya antara 40% - 50%, maka komunitas tersebut tergolong “relatif makmur”. Sedangkan bila rasionya sudah dibawah 60% dari total pengeluaran, maka komunitas tersebut tergolong “makmur”. Mengacu kepada tolok ukur diatas, sebenarnya masing-masing kita dapat mengira-ngira sendiri termasuk golongan yang mana.
Sebagai informasi, rasio mengeluaran penduduk Cina untuk makanan dari total pengeluaran pada tahun 1978 adalah 57,5% di pedesaan dan 67,7% di perkotaan. Angka tersebut turun menjadi 43,0% di pedesaan dan 35,8% di perkotaan pada tahun 2006 (Bahan Seminar on Economic Administration for Asian Countries, 2008). Artinya penduduk Cina di pedesaan pada saat ini telah relatif makmur, dan di perkotaan sudah makmur.
Selanjutnya, bagaimana di Indonesia ? Dalam RPJPN 2005 – 2025 juga telah ditetapkan misi pembangunan sebagai berikut :
1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.
2. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum.
4. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu.
5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan.
6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari.
7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.
8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional.
Untuk mencapai misi tersebut, telah ditetapkan pula 4 tahapan pembangunannya, yaitu :
1. Dalam RPJMN 1 (2005 – 2009) dilakukan penataan kembali NKRI, membangun Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis, dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik.
2. RPJMN 2 (2010 – 2014) ditujukan untuk memantapkan penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan iptek, dan memperkuat daya saing perekonomian.
3. Sedangkan target dalam RPJMN 3 (2015 – 2019) adalah memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan iptek.
4. Pada tahapan terakhir, RPJMN 4 (2020 – 2024) diharapkan terwujudnya masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui percepatan pembangunan di segala bidang dengan struktur perekonomian yang kokoh belandaskan keunggulan kompetitif.
Dalam pembangunan daya saing bangsa, RPJPN 2005 – 2025 menetapkan arahnya sebagai berikut :
1. Pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas.
2. Penguatan perekonomian domestik dengan orientasi dan berdaya saing global.
3. Penguasaan, pengembangan, dan pemanfaatan iptek.
4. Pembangunan sarana dan prasarana yang memadai dan maju.
5. Reformasi hukum dan birokrasi.
Rabu, 09 Maret 2011
Tugas 1 Perekonomian Indonesia
TUGAS 1 PEREKONOMIAN INDONESIA
1. Perkembangan Sistem Perekonomian
Perkembangan stetem ekonomi sebelum orde baru
Sejak berdiringan negara Republik Indonesia, banyak sudah tokoh-tokoh negara pada saat itu telah merumuskan bentuk perekonomian yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik secara individu maupun melalui diskusi kelompok. Sebagai contoh, Bung Hatta sendiri, semasa hidupnya mencetuskan ide, bahwa dasar perekonomian Indonesia yang sesuai dengan cita-cita tolong menolong adalah koperasi ( Moh. Hatta dalam Sri-Edi Swasono, 1985 ), namun bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus dilakukan secara koperasi, pemaksaan terhadap bentuk ini justru telah melanggar dasar ekonomi koperasi. Demikian juga dengan tokoh ekonomi Indonesia saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, dalam pidatonya di negara Amerika tahun 1949,
menegaskan bahwa yang dicita-citakan adalah ekonomi semacam campuran.
Namun demikian dalam proses perkembangan berikutnya disepakatilah suatu
bentuk ekonomi baru yang dinamakan sebagai Sitem Ekonomi Pancasila yang
didalamnya mengandung unsur penting yang disebut Demokrasi Ekonomi.
Terlepas dari sejarah yang akan menceritakan keadaan yang sesungguhnya
pernah terjadi di Indonesia, maka menurut UUD'45, sistem perekonomian
tercermin dalam pasal-pasal 23, 27, 33, dan 34.
Demokrasi Ekonomi dipilih, karena memiliki ciri-ciri positif yang
diantaranya adalah ( Suroso, 1993 ) :
• Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan
• Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara
• Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
• Sumber-sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan dengan
permufakatan lembaga -lembaga perwakilan rakyat, serta pengawasan
terhadap kebijaksanaannya ada pada lembaga-lembaga perwakilan pula
Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang
dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang
layak
• Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan
dengan kepentingan masyarakat
Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga negara dikembangkan
sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum
Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara
Dengan demikian di dalam perekonomian Indonesia tidak mengijinkan
adanya :
Free fíht liberalism yakni adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali
sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah,
dengan akibat semakin bertambah luasnya jurang pemisah si kaya dan si
miskin.
Etatisme . yakni keikut sertaan pemerintah yang terlalu dominan semingga
mematikan motifasi dan kreasi dari masyarakat untuk merkembang dan
bersaing secara sehat.
Monopoli . suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok
tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak
mengikuti 'keinginan sang monopoli'.
Meskipun pada awal perkembangannya perekonomian Indonesia menganut
sistem ekonomi Pancasila. Ekonomi Demokrasi, dan 'mungkin campuran',
namun bukan berarti sistem perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah
terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950-an sampai dengan tahun 1957-an
merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indone-
sia. Demikian juga dengan sistem etatisme, pernah juga mewarnai corak
perekonomian di tahu 1960-an sampai dengan masa orde baru.
Keadaan ekonomi Indonesia antara tahun 1950 sampai dengan tahun
1965-an sebenarnya telah diisi dengan beberapa program dan rencana ekonomi
pemerintah. Diantara progran-program tersebut adalah :
♦ Program Banteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha
pribumi
♦ Program / Sumitro Plan tahun 1951
♦ Rencana Lima Tahun Pertama, tahun 1955 -1960
♦ Rencana Delapan Tahun
Namun demikian kesemua program dan rencana tersebut tidak
memberikan hasil yang berarti bagi perekonomian Indonesia. Beberapa faktor
yang menyebabkan kegagalan adalah :
w Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relatif bukan
bidangnya, namun oleh tokoh politik, dengan demikian keputusan-
keputusan yang dibuat cenderung menitik beratkan pada masalah politik,
dan bukannya masalah ekonomi. Hal ini dapat dimengerti mengingat
pada masa-masa ini kepentingan politik tampak lebih dominan, seperti
mengembalikan negara Indonesia ke negara kesatuan, usaha
mengembalikan Irian Barat, menumpas pemberontakan di daerah-daerah,
dan masalah politik sejenisnya.
•Akibat lanjut dari keadaan di atas, dana negara yang seharusnya
dialokasikan untuk kepentingan kegiatan ekonomi, justru dialokasikan
untuk kepentingan politik dan perang.
- Faktor berikutnya adalah, terlalu pendeknya masa kerja setiap kabinet
yang dibentuk ( sistem parlementer saat itu ). Tercatat tidak kurang dari
13 kali kabinet berganti saat itu. Akibatnya program-program dan rencana
ekonomi yang telah disusun masing-masing kabinet tidak dapat dijalankan
dengan tuntas, kalau tidak ingin disebut tidak sempat berjalan.
- Disamping itu program dan rencana yang disusun kurang memperhatikan
potensi dan aspirasi dari berbagai pihak. Disamping kutusan individu/
pribadi, dan partai lebih dominan dari pada kepentingan pemerintah dan
negara.
- Adanya kecenderungan terpengaruh untuk menggunakan sistem
perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indoneisa (
liberalis, 1950 -1957 ) dan etatisme ( 1958 -1965 )
Akibat yang ditimbulkan dari sitem etatisme yang pernah 'terjadi' di
Indonesia pada periode tersebut dapat dilihat pada bukti-bukti berikut :
♦ Semakin rusaknya sarana-sarana produksi dan komunikasi, yang membawa
dampak menurunnya nilai eksport kita
♦ Hutang luar negeri yang justru dipergunakan untuk proyek 'Mercu Suar'
♦ Defisit anggaran negara yang makin besar, dan justru ditutup dengan
mencetak uang baru, sehingga inflasi yang tinggi tidak dapat dicegah
kembali.
♦ Keadaan tersebut masih diperparanh dengan laju pertumbuhan penduduk
( 2,8 % ) yang lebih besar dari laju pertumbuhan ekonomi saat itu, yakni
sebesar 2,2 %.
Perkembangan sistem ekonomi Indonesia setelah Orde Baru
Iklim kebangsaan setelah Orde Baru menunjukkan suatu kondisi yang
sangat mendukung untuk mulai dilaksanakannya sitem ekonomi yang
sesungguhnya diinginkan rakyat Indonesia. Setelah melalui masa-masa penuh
tantangan pada periode 1945 sampai denga 1965, semua tokoh negara yang
duduk dalam pemerintahan sebagai wakil rakyat sepakat untuk kembali
menempatkan sistem ekonomi kita pada nilai-nilai yang telah tersirat dalam
UUD 1945. Dengan demikian sitem demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi
Pancasila kembali satu-satunya acuan bagi pelaksanaan semua kegiatan
ekonomi selanjutnya.
Awal Orde Baru diwarnai dengan masa-masa rehabilitasi, perbaikan,
hampir di seluruh sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor ekonomi.
Rehabilitasi'ini terutama ditujukan untuk :
♦ Membersihkan segala aspek kehidupan dari sisa-sisa faham dan sistem
perekonomian yang lama ( liberal/kapitalis dan etatisme/komunis ).
♦ Menurunkan dan mengendalikan laju inflasi yang saat itu sangat tinggi,
yang berakibat terhambatnya proses penyembuhan dan peningkatan
kegiatan ekonomi secara umum.
Tercatat bahwa :
Tingkat inflasi tahun 1966 sebesar 650 %
Tingkat infalsi tahun 1967 sebesar 120 %
Tingkat infalsi tahun 1968 sebesar 85 %
Tingkat infalsi tahun 1969 sebesar 9,9 %
Dari data di atas, menjadi jelas, mengapa rencana pembangunan lima
tahun pertama ( REPELITA I ) baru dimulai pada tahun 1969.
2. Sistem Perekonomian di Indonesia
a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan
b. Cabang-cabang produksi yang bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara
c. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Selanjutnya dalam penjelasan pasal 33 ditetapkan sebagai berikut : “Dalam pasal 33 tercantun dasar demokrasi ekonomi produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara,. Kalau tidak, tanpuk produksi jatuh ke tangan orang seorang yang berkuasa dan rakyat banyak ditindasnya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ditangan orang seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebag itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pidato M. hata ini menegaskan bahwa dasar perekonomian yang sesuai dengan cita-cita tolong-menolong adalah koperasi.
Sementara itu Soemitro Djojohadikusumo dalam pidatonya di washinton, 22 Pebruari 1949 menegaskan bahwa yang dicita-citakan ialah macam suatu ekonomi campuran : Lapangan-lapangan tertentu akan dinasionalisasi dan dijalankan oleh pemerintah, sedangkan yang lain-lain akan terus terletak dalam lingkungan usaha partikulir. Yang terkhi harus tunduk kepada pemerintah tentang syarat kerja, upah dan politik pegawai.
Namun meski sudah cukup jelas tentang sistem perekonomian Indonesia, dalam perkembangannya sistem perekonomian Indonesia tidak hanya berkisar pada ekonomi campuran, akan tetapi mengarh ke bentuk baru yang disebut Sistem ekonomi Pancasila. Yang kemudian dipertegas dalam GBHN. Pembangunan ekonomi yang didasarkan kepada Demokrasi Ekonomi menentukan bahwa masyarakat harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pembangunan. Oleh karenanya maka pemerintah berkewajiban memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha, sebaliknya dunia usaha perlu memberikan tanggapan terhadap pengarahan dan bimbingan serta penciptaan iklim tersebut dengan kegiatan-kegiatan yang nyata.
a). Demokrasi ekonomi yang menjadi dasar pelaksanaan pembangunan memiliki ciri-ciri positif sebagai berikut :
1). Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan
2). Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
3). Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
4). Sumber-sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan dengan permufakatan lembaga-lembaga perwakilan rakyat serta pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pda lembaga-lembaga perwakilan rakyat pula.
5). Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
6). Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
7). Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga negara diperkembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
8). Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
b). Dalam demokrasi ekonomi harus dihindarkan ciri-ciri negatif sebagai berikut:
1). Sistem free fight liberalism, yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan kelemahan struktural posisi Indonesia dalam ekonomi dunia.
2). Sistem etatisme, dalam mana negara beserta aparatur ekonomi negara bersifat dominan serta mendesak dan mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi diluar sektor negara.
3). Pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk yang merugikan masyarakat.
Dalam demokrasi dan ekonomi yang berdasar Pancasila dan UUD 1945, dengan jelas dan tegas menolak individualisme yang sepenuhnya tak sosial, tak pernah menerima sistem kemasyarakatan yang sepenuhnya diabdikan kepada kepentingan individu-individu yang terlepas satu sama lain. Dan dalam alam pandangan Pancasila dan UUD 1945, maka keduanya yaitu individu dan masyarakat, berada dalam keselarasan dan keseimbangan, sebagai bagian dari keselarasan dan keseimbangan yang lebih besar.
3. Pelaku-pelaku Ekonomi Indonesia
Jika dalam ilmu ekonomi mikro kita mengenal tiga pelaku ekonomi,
yaitu :
• Pemilik faktor produksi
• Konsumen
• Produsen
Dan jika dalam ilmu ekonomi makro kita mengenal empat pelaku ekonomi:
• Sektor rumah tangga
• Sektor swasta
• Sektor pemerintah, dan
• Sektor luar negeri
Maka dalam perekonomian Indonesia dikenal tiga pelaku ekonomi pokok
(sering disebut sebgai agen-agen pemerintah dalam pembangunan ekonomi),
yakni :
- Koperasi
- Sek. Pemerintah
1. Perkembangan Sistem Perekonomian
Perkembangan stetem ekonomi sebelum orde baru
Sejak berdiringan negara Republik Indonesia, banyak sudah tokoh-tokoh negara pada saat itu telah merumuskan bentuk perekonomian yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik secara individu maupun melalui diskusi kelompok. Sebagai contoh, Bung Hatta sendiri, semasa hidupnya mencetuskan ide, bahwa dasar perekonomian Indonesia yang sesuai dengan cita-cita tolong menolong adalah koperasi ( Moh. Hatta dalam Sri-Edi Swasono, 1985 ), namun bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus dilakukan secara koperasi, pemaksaan terhadap bentuk ini justru telah melanggar dasar ekonomi koperasi. Demikian juga dengan tokoh ekonomi Indonesia saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, dalam pidatonya di negara Amerika tahun 1949,
menegaskan bahwa yang dicita-citakan adalah ekonomi semacam campuran.
Namun demikian dalam proses perkembangan berikutnya disepakatilah suatu
bentuk ekonomi baru yang dinamakan sebagai Sitem Ekonomi Pancasila yang
didalamnya mengandung unsur penting yang disebut Demokrasi Ekonomi.
Terlepas dari sejarah yang akan menceritakan keadaan yang sesungguhnya
pernah terjadi di Indonesia, maka menurut UUD'45, sistem perekonomian
tercermin dalam pasal-pasal 23, 27, 33, dan 34.
Demokrasi Ekonomi dipilih, karena memiliki ciri-ciri positif yang
diantaranya adalah ( Suroso, 1993 ) :
• Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan
• Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara
• Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
• Sumber-sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan dengan
permufakatan lembaga -lembaga perwakilan rakyat, serta pengawasan
terhadap kebijaksanaannya ada pada lembaga-lembaga perwakilan pula
Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang
dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang
layak
• Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan
dengan kepentingan masyarakat
Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga negara dikembangkan
sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum
Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara
Dengan demikian di dalam perekonomian Indonesia tidak mengijinkan
adanya :
Free fíht liberalism yakni adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali
sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah,
dengan akibat semakin bertambah luasnya jurang pemisah si kaya dan si
miskin.
Etatisme . yakni keikut sertaan pemerintah yang terlalu dominan semingga
mematikan motifasi dan kreasi dari masyarakat untuk merkembang dan
bersaing secara sehat.
Monopoli . suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok
tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak
mengikuti 'keinginan sang monopoli'.
Meskipun pada awal perkembangannya perekonomian Indonesia menganut
sistem ekonomi Pancasila. Ekonomi Demokrasi, dan 'mungkin campuran',
namun bukan berarti sistem perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah
terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950-an sampai dengan tahun 1957-an
merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indone-
sia. Demikian juga dengan sistem etatisme, pernah juga mewarnai corak
perekonomian di tahu 1960-an sampai dengan masa orde baru.
Keadaan ekonomi Indonesia antara tahun 1950 sampai dengan tahun
1965-an sebenarnya telah diisi dengan beberapa program dan rencana ekonomi
pemerintah. Diantara progran-program tersebut adalah :
♦ Program Banteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha
pribumi
♦ Program / Sumitro Plan tahun 1951
♦ Rencana Lima Tahun Pertama, tahun 1955 -1960
♦ Rencana Delapan Tahun
Namun demikian kesemua program dan rencana tersebut tidak
memberikan hasil yang berarti bagi perekonomian Indonesia. Beberapa faktor
yang menyebabkan kegagalan adalah :
w Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relatif bukan
bidangnya, namun oleh tokoh politik, dengan demikian keputusan-
keputusan yang dibuat cenderung menitik beratkan pada masalah politik,
dan bukannya masalah ekonomi. Hal ini dapat dimengerti mengingat
pada masa-masa ini kepentingan politik tampak lebih dominan, seperti
mengembalikan negara Indonesia ke negara kesatuan, usaha
mengembalikan Irian Barat, menumpas pemberontakan di daerah-daerah,
dan masalah politik sejenisnya.
•Akibat lanjut dari keadaan di atas, dana negara yang seharusnya
dialokasikan untuk kepentingan kegiatan ekonomi, justru dialokasikan
untuk kepentingan politik dan perang.
- Faktor berikutnya adalah, terlalu pendeknya masa kerja setiap kabinet
yang dibentuk ( sistem parlementer saat itu ). Tercatat tidak kurang dari
13 kali kabinet berganti saat itu. Akibatnya program-program dan rencana
ekonomi yang telah disusun masing-masing kabinet tidak dapat dijalankan
dengan tuntas, kalau tidak ingin disebut tidak sempat berjalan.
- Disamping itu program dan rencana yang disusun kurang memperhatikan
potensi dan aspirasi dari berbagai pihak. Disamping kutusan individu/
pribadi, dan partai lebih dominan dari pada kepentingan pemerintah dan
negara.
- Adanya kecenderungan terpengaruh untuk menggunakan sistem
perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indoneisa (
liberalis, 1950 -1957 ) dan etatisme ( 1958 -1965 )
Akibat yang ditimbulkan dari sitem etatisme yang pernah 'terjadi' di
Indonesia pada periode tersebut dapat dilihat pada bukti-bukti berikut :
♦ Semakin rusaknya sarana-sarana produksi dan komunikasi, yang membawa
dampak menurunnya nilai eksport kita
♦ Hutang luar negeri yang justru dipergunakan untuk proyek 'Mercu Suar'
♦ Defisit anggaran negara yang makin besar, dan justru ditutup dengan
mencetak uang baru, sehingga inflasi yang tinggi tidak dapat dicegah
kembali.
♦ Keadaan tersebut masih diperparanh dengan laju pertumbuhan penduduk
( 2,8 % ) yang lebih besar dari laju pertumbuhan ekonomi saat itu, yakni
sebesar 2,2 %.
Perkembangan sistem ekonomi Indonesia setelah Orde Baru
Iklim kebangsaan setelah Orde Baru menunjukkan suatu kondisi yang
sangat mendukung untuk mulai dilaksanakannya sitem ekonomi yang
sesungguhnya diinginkan rakyat Indonesia. Setelah melalui masa-masa penuh
tantangan pada periode 1945 sampai denga 1965, semua tokoh negara yang
duduk dalam pemerintahan sebagai wakil rakyat sepakat untuk kembali
menempatkan sistem ekonomi kita pada nilai-nilai yang telah tersirat dalam
UUD 1945. Dengan demikian sitem demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi
Pancasila kembali satu-satunya acuan bagi pelaksanaan semua kegiatan
ekonomi selanjutnya.
Awal Orde Baru diwarnai dengan masa-masa rehabilitasi, perbaikan,
hampir di seluruh sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor ekonomi.
Rehabilitasi'ini terutama ditujukan untuk :
♦ Membersihkan segala aspek kehidupan dari sisa-sisa faham dan sistem
perekonomian yang lama ( liberal/kapitalis dan etatisme/komunis ).
♦ Menurunkan dan mengendalikan laju inflasi yang saat itu sangat tinggi,
yang berakibat terhambatnya proses penyembuhan dan peningkatan
kegiatan ekonomi secara umum.
Tercatat bahwa :
Tingkat inflasi tahun 1966 sebesar 650 %
Tingkat infalsi tahun 1967 sebesar 120 %
Tingkat infalsi tahun 1968 sebesar 85 %
Tingkat infalsi tahun 1969 sebesar 9,9 %
Dari data di atas, menjadi jelas, mengapa rencana pembangunan lima
tahun pertama ( REPELITA I ) baru dimulai pada tahun 1969.
2. Sistem Perekonomian di Indonesia
a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan
b. Cabang-cabang produksi yang bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara
c. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Selanjutnya dalam penjelasan pasal 33 ditetapkan sebagai berikut : “Dalam pasal 33 tercantun dasar demokrasi ekonomi produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara,. Kalau tidak, tanpuk produksi jatuh ke tangan orang seorang yang berkuasa dan rakyat banyak ditindasnya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ditangan orang seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebag itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pidato M. hata ini menegaskan bahwa dasar perekonomian yang sesuai dengan cita-cita tolong-menolong adalah koperasi.
Sementara itu Soemitro Djojohadikusumo dalam pidatonya di washinton, 22 Pebruari 1949 menegaskan bahwa yang dicita-citakan ialah macam suatu ekonomi campuran : Lapangan-lapangan tertentu akan dinasionalisasi dan dijalankan oleh pemerintah, sedangkan yang lain-lain akan terus terletak dalam lingkungan usaha partikulir. Yang terkhi harus tunduk kepada pemerintah tentang syarat kerja, upah dan politik pegawai.
Namun meski sudah cukup jelas tentang sistem perekonomian Indonesia, dalam perkembangannya sistem perekonomian Indonesia tidak hanya berkisar pada ekonomi campuran, akan tetapi mengarh ke bentuk baru yang disebut Sistem ekonomi Pancasila. Yang kemudian dipertegas dalam GBHN. Pembangunan ekonomi yang didasarkan kepada Demokrasi Ekonomi menentukan bahwa masyarakat harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pembangunan. Oleh karenanya maka pemerintah berkewajiban memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha, sebaliknya dunia usaha perlu memberikan tanggapan terhadap pengarahan dan bimbingan serta penciptaan iklim tersebut dengan kegiatan-kegiatan yang nyata.
a). Demokrasi ekonomi yang menjadi dasar pelaksanaan pembangunan memiliki ciri-ciri positif sebagai berikut :
1). Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan
2). Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
3). Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
4). Sumber-sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan dengan permufakatan lembaga-lembaga perwakilan rakyat serta pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pda lembaga-lembaga perwakilan rakyat pula.
5). Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
6). Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
7). Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga negara diperkembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
8). Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
b). Dalam demokrasi ekonomi harus dihindarkan ciri-ciri negatif sebagai berikut:
1). Sistem free fight liberalism, yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan kelemahan struktural posisi Indonesia dalam ekonomi dunia.
2). Sistem etatisme, dalam mana negara beserta aparatur ekonomi negara bersifat dominan serta mendesak dan mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi diluar sektor negara.
3). Pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk yang merugikan masyarakat.
Dalam demokrasi dan ekonomi yang berdasar Pancasila dan UUD 1945, dengan jelas dan tegas menolak individualisme yang sepenuhnya tak sosial, tak pernah menerima sistem kemasyarakatan yang sepenuhnya diabdikan kepada kepentingan individu-individu yang terlepas satu sama lain. Dan dalam alam pandangan Pancasila dan UUD 1945, maka keduanya yaitu individu dan masyarakat, berada dalam keselarasan dan keseimbangan, sebagai bagian dari keselarasan dan keseimbangan yang lebih besar.
3. Pelaku-pelaku Ekonomi Indonesia
Jika dalam ilmu ekonomi mikro kita mengenal tiga pelaku ekonomi,
yaitu :
• Pemilik faktor produksi
• Konsumen
• Produsen
Dan jika dalam ilmu ekonomi makro kita mengenal empat pelaku ekonomi:
• Sektor rumah tangga
• Sektor swasta
• Sektor pemerintah, dan
• Sektor luar negeri
Maka dalam perekonomian Indonesia dikenal tiga pelaku ekonomi pokok
(sering disebut sebgai agen-agen pemerintah dalam pembangunan ekonomi),
yakni :
- Koperasi
- Sek. Pemerintah
Langganan:
Postingan (Atom)